LARANGAN
KERAS MONEY POLITIK
إِنَّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ
اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ
صَلّ وَسَلّمْ عَلى سَيِّدِناَ مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ
إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin
Jama’ah Jum’at rahimakumullah,
Dihari jum’at yang mulia ini,
marilah kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan
menjalankan segala perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-larangan-Nya.
Hadirin
Jama’ah Jum’at rahimakumullah,
Tiap-tiap dari diri kita memikul kewajiban untuk
menyelamatkan diri dari mengonsumsi harta haram, baik karena substansinya haram
atau cara mendapatkannya yang haram. Karena banyak dalil yang menunjukkan
tentang ancaman bagi jasad yang kemasukan barang haram. Misalnya:
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
Artinya: “Setiap daging yang
tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih utama baginya.” (HR Ahmad)
Hadirin Jama’ah
Jum’at rahimakumullah,
Berkaitan dengan sesuatu yang haram, terkadang akan muncul
pada saat sebelum proses pengangkatan pemimpin melalui proses pemilihan umum. Mekanisme
one man one vote (satu orang satu suara) dalam pemilu, telah mendorong para calon
pemimpin berlomba-lomba meraup simpati dan dukungan suara. Tak jarang pula,
jalan instanpun kadang ditempuh; tak hanya mengobral janji manis tapi juga
menebar uang suap (money politics) agar pilihan masyarakat jatuh pada dirinya. Padahal
Islam melarang keras praktik politik uang semacam ini. Dalam Surat al-Baqarah
ayat 188, Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا
إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Dan lebih rinci lagi, dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa
uang suap mendatangkan laknat.
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي
بَيْنَهُمَا
Dari Tsaubân, dia berkata, “Rasulullah ﷺ melaknat pemberi suap, penerima suap,
dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya.” (HR. Ahmad).
Hadirin Jama’ah
Jum’at rahimakumullah,
Dari keterangan dalil tersebut, tampak bahwa politik uang atau
yang disebut dengan risywah tak hanya diterima oleh para politisi, tapi juga
tim sukses dan para pemilih yang suaranya diperjual-belikan. Sehingga muncullah
pertanyaan-pertanyaan mengenai hukum akan persoalan itu. Semisal;
Pertanyaan pertama, apakah pemberian kepada calon
pemilih atas nama transportasi, ongkos kerja, atau kompensasi meninggalkan
kerja yang dimaksudkan agar penerima memilih calon tertentu, termasuk kategori risywah
(suap)?
Jawabannya adalah seperti itu termasuk kategori risywah
(suap). Mengapa demikian? Sebab di balik pemberian itu terkandung maksud
terselubung yang jelas-jelas serupa praktik menyuap agar seseorang memilih
dirinya. Dengan kata lain, “Pemberian tak lagi murni pemberian”.
Pertanyaan kedua, jika pemberian sesuatu kepada
calon pemilih atas nama zakat dan sedekah dari harta miliknya dan jika terbesit
tujuan agar penerima memilih calon tertentu, apakah termasuk kategori risywah
(suap)?
Jawabannya adalah pemberian zakat atau sedekah yang
dimaksudkan semata-mata agar penerima memilih calon tertentu adalah termasuk
risywah (suap). Jika pemberian zakat atau sedekah itu dimaksudkan untuk
membayar zakat atau memberi sedekah, dan sekaligus dimaksudkan agar penerima
memilih calon tertentu, maka zakat atau sedekah itu sah, tetapi pahalanya tidak
sempurna, dan sesuai perbandingan antara dua maksud tersebut. Semakin dominan
ambisi politiknya dalam pemberian ini, semakin besar pula akan kelenyapan
keutamaanntya.
Pertanyaan ketiga, bagaimanakah hukumnya menerima
pemberian yang dimaksudkan untuk risywah (suap) oleh pemberi, tetapi tidak
secara lisan?
Jawabannya adalah haram, bila penerima mengetahui maksud
pemberian itu dimaksudkan untuk risywah (suap). Adapun bila penerima tidak
mengetahuinya, maka hukumnya mubah/boleh. Namun, pada musim pemilu, kecil
kemungkinan seseorang tidak memahami maksud terselubung bila seorang politisi
memberi uang meski tanpa berbicara apa pun. Ketika status risywah (suap)
benar-benar jatuh, maka ia sama dengan memakan harta haram.
Dan pertanyaan keempat, apakah penerima risywah (suap)
haram memilih calon sesuai maksud diberikannya risywah (suap) sebagaimana ia
diharamkan menerima risywah (suap)?
Jawabannya adalah apabila penerima risywah (suap) memilih
calon sesuai maksud diberikannya risywah (suap) karena pemberian risywah (suap),
maka hukumnya haram sebagaimana ia haram menerima risywah (suap). Akan tetapi,
jika ia memilihnya semata-mata karena ia merupakan calon yang memenuhi syarat
untuk dipilih, maka hukum memilihnya mubah (boleh). Bahkan wajib memilihnya
bila ia merupakan calon satu-satunya yang terbaik.
Hadirin Jama’ah
Jum’at rahimakumullah,
Semoga diri kita serta keluarga kita semua dapat terhindar
dari keharaman money politics sebab keharamannya dibarengi dengan “cap laknat”
dari Allah dan rasul-Nya. Artinya, uang suap bukan hanya menimbulkan dosa, tapi
juga akan menjauhkan diri kita dari rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT. Amin amin ya rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Komentar
Posting Komentar
Add a comment....