HUKUM MERAYAKAN TAHUN BARU (MASEHI) BAGI UMAT
MUSLIM
Tahun baru Masehi pertama
kali dirayakan pada tanggal, 1 Januari 45 SM.
Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan
sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk
mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan
sejak abad ke 7 SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes,
seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar
penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari. Kemudian pada tanggal,
24 Februari 1582. Paus Gregorius XIII (pemimpin tertinggi Katolik)
menetapkan tanggal, 1 Januari sebagai awal pergantian tahun. Penetapan inilah
yang kemudian diadopsi serta dirayakan oleh hampir seluruh Negara di dunia. (id.wikipedia.org)
Fakta sejarah ini, sesuai
kisah dari Abu Hurairah RA. Bahwa
Nabi SAW bersabda;
لاَ
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ،
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ فَقِيْلَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ
أُولَئِكَ
“Kiamat
tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah
SAW, ‘Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?’ Beliau menjawab, ‘Selain
mereka, lantas siapa lagi?’”. (HR. Bukhari)
Berdasarkan fakta
sejarah tersebut, maka perayaan 1 Januari sebagai awal tahun baru Masehi (new year's day: the first day of the year) bukanlah milik umat Islam,
melainkan perayaan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Oleh sebab
itu, umat muslim yang ikut-ikutan merayakannya berarti ia telah menyerupai kaum
kafir (tasyabbuh bi al kuffaar) dan hukumnya
adalah HARAM. Sebagaimana firman Allah SWT;
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) “Raa’ina”,
tetapi katakan: “Undzurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir
siksaan yang pedih” (QS. Al Baqarah: 104)
Imam
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, menyatakan: “Allah melarang kaum mukmin menyerupai
orang-orang kafir, baik dalam ucapan maupun perbuatan”. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/149).
Ibnu
‘Umar RA meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda;
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka”. (HR. Ahmad)
Lebih khusus lagi, keharaman bagi seorang
muslim yang ikut-ikutan merayakan hari raya kaum kafir sebagaimana hadits riwayat
Anas bin Malik, dia berkata;
كَانَ
لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيْهِمَا
فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ
كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ
بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Orang-orang Jahiliyah
dahulu memiliki dua hari (Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka
senang-senang ketika itu. Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu
kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sungguh Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan
Idul Adha’”. (HR. An Nasa’i)
Merujuk dari dalil-dalil
di atas, haram hukumnya bagi seorang muslim menyerupai kaum kafir yang menjadi
ciri khas kekafiran mereka (tasyabbuh bi al kuffaar fi
khasha`ishihim) seperti aqidah dan ibadah mereka, ikut-ikutan merayakan
tahun baru mereka (tasyabbuh bi al kuffaar fi
a’yaadihim), misalnya dengan meniup terompet, menyalakan
kembang api, menunggu detik-detik pergantian tahun, memakai pakaian khas mereka,
dan lain sebagainya.
Wallahu a’lam.
--------------------------
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِىَ دِيْنِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6)
--------------------------
NM--------------------------
Komentar
Posting Komentar
Add a comment....