PELAKOR VIRAL
(Perspektif Hukum Islam)
Belakangan ini banyak kasus perselingkuhan menjadi topik
viral di media sosial Indonesia. Istilah “pelakor” (perebut laki orang) dan “pebinor”
(perebut bini orang) pun mendadak menjadi diksi yang nge-tren. Memang ada
beribu alasan bagi seseorang untuk berselingkuh dari pasangan mereka. Maka ketika
ada yang menjadi korban, pertanyaan pertama yang muncul adalah “mengapa? apa
yang kurang dari saya?”.

Kehadiran pihak ketiga dinilai sebagai biang masalah dalam kehidupan pasangan suami-istri yang kehadirannya banyak diartikan sebagai sebuah musibah dalam rumah tangga.
Oleh
karena itu, Rasulullah صلى
الله عليه وسلم melarang keras seseorang untuk
mengganggu keharmonisan rumah tangga orang lain. Sebagaimana sabdanya;
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى
زَوْجِهَا أَوْ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ.
Kecaman
ini tidak hanya menyasar pada seorang lelaki sebagai pihak ketiga dalam rumah
tangga tetapi juga bagi seorang perempuan yang melakukan upaya-upaya serupa
dalam rangka merebut hati suami orang lain. Sebagai
penjelasan dari hadits diatas adalah berikut ini:
(لَيْسَ مِنَّا) أي
من أتباعنا (مَنْ خَبَّبَ) بتشديد الباء الأولى بعد الخاء المعجمة أي خدع وأفسد
(امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها) بأن يذكر مساوىء الزوج عند امرأته أو محاسن أجنبي
عندها (أَوْ عَبْدًا) أي أفسده (عَلَى سَيِّدِه) بأي نوع من الإفساد وفي معناهما
إفساد الزوج على امرأته والجارية على سيدها قال المنذري وأخرجه النسائي .
Keterangan
(syarah) hadits di atas cukup jelas bahwa pihak ketiga dalam sebuah rumah
tangga tidak dianggap sebagai pengikut Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebab,
upaya merusak keharmonisan rumah tangga orang lain bukanlah jalan hidup yang
disyariatkan oleh agama Islam karena upaya destruktif ini berlawanan arah
dengan tujuan perkawinan itu sendiri.
Sementara
pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi, Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan lugas melarang
perempuan untuk menuntut seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan maksud
menguasai apa yang menjadi hak istrinya selama ini. Berikut ini kutipan hadits
riwayat Imam At-Tirmidzi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَة يَبْلُغُ بِهِ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَا تَسْأَلِ المَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِئَ
مَا فِي إِنَائِهَا.
Artinya, “Dari Abu Hurairah yang sampai kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Ia bersabda, ‘Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya untuk membalik (agar tumpah isi) nampannya’”. (HR. Tirmidzi)
Ulama’ berbeda pendapat perihal siapa perempuan yang dimaksud. Sebagian ulama’ memahami bahwa perempuan itu adalah pihak ketiga yang ingin merebut suami orang lain. Pandangan ini dikemukakan oleh Imam An-Nawawi. Sementara ulama’ lain memaknai perempuan dalam hadits ini sebagai salah seorang istri dari pria yang melakukan poligami. Pandangan ini dikemukakan oleh Ibnu Abdil Bar. Perbedaan pandangan ini diangkat oleh Al-Mubarakfuri dalam Syarah Jami’ At-Tirmidzi berikut ini:
Ulama’ berbeda pendapat perihal siapa perempuan yang dimaksud. Sebagian ulama’ memahami bahwa perempuan itu adalah pihak ketiga yang ingin merebut suami orang lain. Pandangan ini dikemukakan oleh Imam An-Nawawi. Sementara ulama’ lain memaknai perempuan dalam hadits ini sebagai salah seorang istri dari pria yang melakukan poligami. Pandangan ini dikemukakan oleh Ibnu Abdil Bar. Perbedaan pandangan ini diangkat oleh Al-Mubarakfuri dalam Syarah Jami’ At-Tirmidzi berikut ini:
قال النووي معنى هذا الحديث نهي
المرأة الأجنبية أن تسأل رجلا طلاق زوجته ليطلقها ويتزوج بها انتهى وحمل بن عبد
البر الأخت هنا على الضرة فقال فيه من الفقه إنه لا ينبغي أن تسأل المرأة زوجها أن
يطلق ضرتها لتنفرد به انتهى قال الحافظ وهذا يمكن في الرواية التي وقعت بلفظ لا
تسأل المرأة طلاق أختها وأما الرواية التي فيها لفظ الشرط (يعني بلفظ لَا يَصْلُحُ
لِامْرَأَةٍ أَنْ تَشْتَرِطَ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِىءَ إِنَاءَهَا) فظاهر
أنها في الأجنبية ويؤيده قوله فيها ولتنكح أي ولتتزوج الزوج المذكور من غير أن
تشترط أن يطلق التي قبلها انتهى.
Dari
keterangan tersebut, bahwasanya agama melarang upaya perempuan (pihak ketiga)
merebut suami orang lain baik dengan maksud menguasai harta atau dengan maksud
menikah dengan suami orang lain dengan syarat menceraikan istri sebelumnya..
Larangan ini sangat beralasan. Pasalnya, salahsatu tujuan perkawinan adalah untuk menata kehidupan sosial melalui rumah tangga yang harmonis tanpa kehadiran pihak ketiga. Tentu saja larangan ini tetap berlaku bagi perempuan pihak ketiga terlepas dari respon suami yang pada dasarnya memang ‘hidung belang’. Pada prinsipnya, upaya pihak ketiga baik PIL (pria idaman lain) maupun WIL (wanita idaman lain) sebagai perusak dalam sebuah rumah tangga adalah dilarang dalam agama. وَاللهُ أَعْلَمُ
----------
Komentar
Posting Komentar
Add a comment....