Langsung ke konten utama

FIQH MUNAKAHAT

Bagian 1
Pengertian dan Hikmah Nikah

A.    Pengertian Nikah
Nikah menurut bahasa adalah kumpulan/bersetubuh/akad.
Sedangkan menurut syar’i adalah dihalalkannya seorang lelaki dan perempuan untuk bersenang-senang, melakukan hubungan seksual, dll.
Pernikahan di anggap sah jika di lakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul antara keduanya, dan sebaliknya tidak akan sah jika tidak di sertai dengan akad. Para ulama mazhab juga sepakat bahwa nikah itu sah bila di lakukan dengan menggunakan redaksi “zawwajtu” (aku mengawinkan) atau “ankahtu” (aku menikahkan) atau orang yang mewakilkannya dengan redaksi “qabiltu” (aku terima) atau “radhitu” (aku setuju).

B.     Hikmah Nikah
Islam tidak mensyari’atkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya :
1.      Sarana pemenuh kebutuhan biologis (QS. Ar Ruum : 21)
2.      Sarana menggapai kedamaian & ketenteraman jiwa (QS. Ar Ruum : 21)
3.      Sarana menggapai kesinambungan peradaban manusia (QS. An Nisaa’ : 1, An Nahl : 72)
4.      Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
Rasulullah saw pernah berkata kepada sekelompok pemuda :
“Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian mampu kawin, maka kawinlah. Sebab ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun jika belum mampu, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu sebagai wija’ (pengekang syahwat) baginya.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shaum)

Bagian 2
Hukum dan Jenis Nikah

A.    Hukum Nikah
Pada dasarnya hukum nikah menjadi 5 kategori yang didasarkan kepada kondisi pelakunya :
1.      Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam zina.
2.      Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.
3.      Mubah, bila tidak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
4.      Makruh, bila nafsu tidak mendesak, tidak mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan isterinya.
5.      Haram, bila nafsu tidak mendesak, tidak mampu memberi nafkah sehingga merugikan isterinya.

B.     Jenis Nikah
Imam Daruquthni mengeluarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa ‘Aisyah ra menyebutkan adanya 4 jenis nikah pada masa jahiliyah (sebelum Muhammad saw menjadi rasul) :
1.      Perkawinan Pinang, yaitu seorang pria datang meminang/melamar seorang wanita baik secara langsung atau melalui wali si wanita, kemudian menikahinya dengan mahar.
2.      Perkawinan Gadai/Pinjam, yaitu seorang isteri yang diperintah suaminya untuk berkumpul dengan pria lain hingga hamil, demi mendapatkan keturunan atau perbaikan keturunan.
3.      Poliandri, yaitu sejumlah pria (biasanya kurang dari 10 orang) secara bergilir mencampuri seorang wanita dengan kesepakatan bahwa jika wanita itu hamil dan melahirkan, maka kesemua pria tersebut harus ridha bila kemudian salah satu dari merekalah yang ditunjuk oleh si wanita sebagai ayah dari anak tersebut.
4.      Pelacur, yaitu seorang wanita yang memasang bendera hitam di depan rumahnya sebagai tanda siapapun yang berkehendak kepadanya boleh masuk dan menggaulinya. Bila hamil dan melahirkan, kemudian si wanita mengumpulkan seluruh pria yang pernah menyetubuhinya dan memanggil seorang dukun ahli firasat untuk meneliti nasab anak itu lalu memberikan sang bayi kepada sang ayah yang tidak boleh menolak.
Pada masa Muhammad saw telah menjadi rasul, muncul pula jenis-jenis nikah dalam bentuk lain :
5.      Nikah Syighar, yaitu seorang wali menikahkan putrinya kepada seorang pria dengan syarat tanpa adanya mahar.
6.      Nikah Mut’ah, yaitu pria yang menikahi seorang wanita untuk jangka waktu tertentu.
7.      Nikah Muhallil, yaitu seorang pria A yang membayar (muhallal) seorang pria B (muhallil) untuk menikahi wanita yang pernah dinikahi dan dithalaq sebanyak tiga kali agar dapat dinikahi pria A setelah diceraikan oleh pria B.
8.      Nikah Ahli Kitab, yaitu seorang pria mu’min yang menikahi wanita beragama samawi (Yahudi atau Nashrani).

[Perhatikan : Hanya jenis nikah nomor 1 (Perkawinan Pinang) yang dihalalkan dalam syari’at Islam].

Bagian 3
Khitbah

A.    Pengertian Khitbah
Khitbah secara bahasa adalah pinangan/lamaran.
Secara syar’i adalah permintaan/perjanjian seorang pria untuk menikahi seorang wanita, baik secara langsung maupun tak langsung.

B.     Hikmah Khitbah
1.      Cara untuk saling mengenal antara calon pasangan suami isteri.
2.      Cara untuk mengetahui tabiat, akhlaq dan kecenderungan masing-masing calon pasangan suami isteri.
3.      Cara untuk mencapai kemufakatan kedua belah pihak atas berbagai perkara yang prinsipil dan teknis dalam membentuk keluarga.
C.    Jenis Khitbah
1.      Secara langsung yaitu pinangan dilakukan dengan permintaan yang lugas.
2.      Secara tidak langsung yaitu pinangan dilakukan dengan permintaan dengan bahasa kiasan/sindiran.

D.    Beberapa Ketentuan dan Adab Khitbah
1.      Khitbah bukanlah aqad nikah.
Khitbah bukanlah pernikahan. Khitbah hanyalah janji untuk menikah, sehingga tidak akan ada konsekwensi hukum pernikahan. Adanya saling bertukar cincin bukanlah penghalal hubungan. Pemberian apapun yang mengiringinya dipandang syari’at sebagai sesuatu yang tidak boleh mengikat dan tidak dapat dikenakan syarat apapun.
2.      Khitbah dilakukan dengan tetap memelihara pandangan.
Dr. Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan muatan (QS. An Nuur : 30-31) bahwa pada dasarnya memandang lawan jenis yang bukan mahram adalah dibolehkan dengan mematuhi 2 syarat :
1.      Tidak didasari oleh syahwat
2.      Tidak memanipulasi kelezatan dari pandangan tersebut.
Kaidah tersebut berlaku pula dalam khitbah. Syari’at mengarahkan memandang dalam khitbah melalui dua cara :
1.      Mengutus seorang wanita yang dipercaya untuk melihat dan melakukan investigasi.
2.      Melihat/menemui langsung.
3.      Khitbah di atas khitbah adalah haram
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah pernah berkata : “Janganlah seorang diantaramu membeli apa yang telah dibeli oleh saudaranya dan jangan pula mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali ia mengizinkan.” (HR Muslim dengan sanad shahih). Dalam matan hadits riwayat Bukhari : “Rasulullah saw melarang seorang membeli apa yang telah dibeli oleh saudaranya dan melarang mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, hingga ia meninggalkannya atau mengizinkannya.”
4.      Khitbah diterima/ditolak didasarkan pada keputusan seorang gadis.
Seorang gadis memiliki hak menerima atau menolak pinangan yang diajukan kepadanya. Walinya tidak berhak memaksakan kehendaknya kepada sang gadis. Diantara syarat sah pernikahan yang paling asasi adalah kerelaan calon isteri.
Rasulullah bersabda : “Seorang janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri dan gadis dimintakan izinnya, dan izinnya adalah diamnya.” (Muttafaqun ‘alaih) Dalam periwayatan lainnya : “Tidak boleh dinikahkan seorang janda hingga ia diajak musyawarah dan tidak boleh dinikahkan seorang gadis hingga diminta izinnya. Para shahabat bertanya : “Ya Rasulullah, lalu bagaimana izinnya ?” Rasulullah saw menjawab : “Ia diam.” (HR. Jama’ah).
Kebalikannya, bila seorang gadis telah menyetujui pinangan yang diajukan kepadanya, maka walinya tidak boleh menunda untuk menyegerakan pernikahannya. Rasulullah bersabda :
“Tiga yang jangan diperlambat : Shalat bila sudah waktunya, jenazah bila sudah didatangkan dan gadis bila sudah menemukan calon suami yang sekufu’”. (HR. Tirmidzi)
5.      Khitbah diterima/ditolak didasarkan pada kufu’(kesepadanan).
Khitbah dalam Islam lebih menitikberatkan kesepadanan calon suami dengan calon isteri dalam aspek agama dan akhlaq (QS. An Nuur : 3 & 26), selain aspek sosial, ekonomi, ilmu, dsb.
6.      Khitbah memperkenankan hadiah tidak bersyarat.
Diperbolehkan adanya tukar cincin ataupun benda lain dalam khitbah, bila maksudnya sebatas saling memberikan hadiah tidak mengikat/tidak bersyarat dan selama tidak ada anggapan bahwa pemberian itu menghalalkan hukum suami-isteri.
Rasulullah bersabda :
“Wanita manapun yang dinikahi dengan mahar dan hadiah sebelum ikatan nikah maka mahar itu baginya dan bagi walinya jika ia diberikan sesudahnya.” (HR. Al Khomsah kecuali Tirmidzi)

Bagian 4
Akad Nikah

A.    Pengertian akad nikah
Secara bahasa akad adalah membuat simpul/perjajian/kesepakatan; (akad nikah = mengawinkan wanita).
Secara syar’i adalah ikrar seorang pria untuk menikahi/mengikat janji seorang wanita lewat perantara walinya, dengan tujuan :
1.      Hidup bersama membina rumah tangga
2.      Memperoleh ketenangan jiwa.
3.      Menyalurkan syahwat dengan cara yang halal
4.      Melahirkan keturunan yang sah

B.     Rukun dan Syarat Sah Nikah
Akad nikah akan sah apabila terpenuhi enam rukun sebagai syarat sahnya nikah.
1.      Ijab-Qabul
Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab). Al Qur’an mengistilahkan ijab-qabul sebagai “miitsaaqan ghaliizhaa” (perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian, disamping penegasan maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.
Syarat ijab-qabul adalah :
1)      Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir.
2)      Menyebut jelas pernikahan dan nama mempelai pria-wanita
2.      Adanya mempelai pria.
Syarat mempelai pria adalah :
1)      Muslim dan mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka); lihat QS. Al Baqarah : 221, Al Mumtahanah : 9.
2)      Bukan mahrom dari calon isteri.
3)      Tidak dipaksa.
4)      Orangnya jelas.
5)      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
3.      Adanya mempelai wanita.
Syarat mempelai wanita adalah :
1)      Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) dan mukallaf; (QS. Al Baqarah : 221, Al Maidah : 5)
2)      Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah dan bukan mahrom dari calon suami).
3)      Tidak dipaksa.
4)      Orangnya jelas.
5)      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
4.      Adanya wali.
Syarat wali adalah :
1)      Muslim laki-laki dan mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
2)      ‘Adil
3)      Tidak dipaksa.
4)      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
Adapun tingkatan dan urutan wali adalah sebagai berikut:
1)      Ayah
2)      Kakek
3)      Saudara laki-laki sekandung
4)      Saudara laki-laki seayah
5)      Anak laki-laki dari Saudara laki-laki sekandung
6)      Anak laki-laki dari Saudara laki-laki seayah
7)      Paman sekandung
8)      Paman seayah
9)      Anak laki-laki dari paman sekandung
10)  Anak laki-laki dari paman seayah
11)  Hakim
5.      Adanya saksi (2 orang pria).
Syarat saksi adalah :
1)      Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
2)      ‘Adil
3)      Dapat mendengar dan melihat.
4)      Tidak dipaksa.
5)      Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
6)      Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
6.      Mahar.
Beberapa ketentuan tentang mahar :
1)      Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. (QS. An Nisaa’ : 4).
2)      Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya.
3)      Mahar yang tidak tunai pada waktu akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
4)      Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan kerelaan.
5)      Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai. Syari’at Islam menyerahkan perkara ini untuk disesuaikan kepada adat istiadat yang berlaku. Boleh sedikit, tetapi tetap harus berbentuk, memiliki nilai dan bermanfaat.

C.    Ketentuan Tambahan Terkait Penyelenggaraan Aqad Nikah
1.      Khutbah Nikah.
Disunnahkan sebelum aqad nikah berlangsung, dibacakan khutbah nikah untuk memberikan wasiat dan pembekalan yang bersifat ruhiyah kepada mempelai agar dapat mengarungi rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Khutbah nikah dapat dilakukan oleh wali ataupun yang lain.
2.      Mendoakan kedua mempelai.

D.    Ketentuan Tambahan Terkait Walimatul ‘Ursy
Secara bahasa adalah walimah/berkumpul.
Sedangkan menurut syar’i adalah :
a)      Pesta/resepsi perkawinan.
b)      Makanan yang dihidangkan dalam acara pesta/resepsi perkawinan.
c)      Hukum menghadiri walimatul’ursy adalah fardhu. Sedangkan memenuhi undangan selain walimatul’ursy, para fuqaha berikhtilaf antara fardhu kifayah dan sunah.
Bagian 5
Hak dan Kewajiban Suami-Isteri

A.    Hak Khusus Isteri Atas Suami
1.      Menunaikan maharnya secara utuh/sempurna (QS. An Nisaa’ : 4, 20).
2.      Nafkah materil (QS. Al Baqarah : 233).
3.      Interaksi yang baik dan positif kepada isteri (QS. An Nisaa’ : 19) :
a.       Melapangkan nafkah (QS. Al Haaqqah : 7).
b.      Bermusyawarah dalam berbagai urusan
c.       Memperlakukan isteri dengan lemah lembut, mesra dan memberikan kesempatan senda gurau
d.      Melupakan kekurangan isteri, dengan mengunggulkan kebaikannya.
e.       Menjaga performa dan penampilan baik di hadapan isteri.
f.       Meringankan beban kerja domestik isteri.
4.      Melindung isteri dari api neraka (QS. At Tahriim : 6)

B.     Hak Khusus Suami Atas Isteri
1.      Tha’at dengan sebaik-baiknya.
2.      Menjaga dan mengelola harta suami dengan baik (QS. An Nisaa’ : 34).
3.      Menjaga kemuliaannya dan perasaannya
4.      Mengatur rumah dan mendidik anak-anaknya.
5.      Berbuat baik kepada keluarga suami.

C.    Hak Umum Bersama Suami-Isteri
1.      Saling bekerja sama (taqwa kepada Alloh SWT)
2.      Saling bekerjasama dalam mewujudkan kebahagiaan dan menghindarkan kenestapaan.
3.      Saling bekerjasama dalam membangun keluarga dan mendidik anak.
4.      Saling bekerjasama dalam menjaga rahasia.
5.      Saling melayani

Bagian 6
Nusyuz dan Thalaq

A.    Nusyuz
1.      Pengertian Nusyuz
Nusyuz secara bahasa adalah menentang/durhaka/sesuatu yang meninggi (irtifaa’).
Secara syar’i adalah isteri yang menentang suami/mengabaikan perintah dan membencinya.
2.      Konsekuensi Nusyuz
Bila didapat adanya indikasi nusyuz maka syari’at menerapkan beberapa konsekwensi dicabutnya beberapa hak isteri :
1)      Nafkah
2)      Pakaian
3)      Gilir (bagi yang berpoligami)
3.      Tahapan Solusi Nusyuz (QS. An Nisaa’ : 34-35)
Tahapan-tahapan tersebut adalah :
1)      Menasehati.
2)      Pisah ranjang
3)      Dipukul (pukulan yang tidak membahayakan)
4)      Mendatangkan hakim dari masing-masing pihak.

B.     Thalaq
1.      Pengertian Thalaq
Thalaq secara bahasa adalah pelepasan (ithlaaq)/hallul qayyidu (mengurai ikatan).
Secara syar’i adalah seorang suami memutuskan jalinan pernikahan yang sah dengan pernyataan yang jelas maupun kiasan.
2.      Hukum Thalaq
Para fuqaha’ sepakat bahwa thalaq adalah mubah (dibolehkan) meskipun dibenci. (QS. Al Baqarah : 229, Ath Thalaaq : 1, An_Nisaa’ : 1). Dari beberapa ayat tersebut, dapat ditarik kesimpulan pemahaman sebagai berikut :
a)      Thalaq adalah bagian dari solusi, yang pada kondisi tertentu merupakan solusi terbaik.
b)      Thalaq adalah akad cerai suami kepada isteri, bukan sebaliknya. Adapun akad cerai isteri kepada suami disebut khulu’.
3.      Rukun Thalaq
Thalaq dianggap sah secara hukum apabila memenuhi rukun-rukun di bawah ini :
a)      Suami yang mukallaf.
b)      Yang ditthalaq adalah isteri yang sah.
c)      Adanya lafadz thalaq secara langsung, baik dengan pernyataan yang jelas maupun kinayah (samar-samar).
4.      Beberapa Bentuk Perceraian Selain Thalaq
1)      Khulu’ (Isteri menggugat suami agar suami menceraikannya, dengan mendapatkan kompensasi tebusan)
2)      Zhihar (Suami menceraikan isterinya dengan akad “Punggungmu seperti punggung ibuku”, ini diharamkan dalam Islam) (QS. Al Mujaadalah :2-4)
3)      Ilaa’ (Sumpah suami untuk tidak menggauli isterinya (maks. 40 hari); ini dibolehkan selama tujuannya mendidik. (QS. Al Baqarah : 226-227)
4)      Li-an (Suami menuduh isterinya telah berzina dan/atau menafikan anak yang dikandungnya).

Bagian 7
Ruju’ dan ‘Iddah

A.    Ruju’
1.      Pengertian Ruju’
Secara bahasa adalah kembali, menahan.
Secara syar’i adalah keinginan suami untuk kembali kepada isterinya setelah perceraian. (QS. Al Baqarah : 228)

2.      Jenis Ruju’ (QS. An Nisaa’ : 34-35)
Tahapan-tahapan tersebut adalah :
1)      Ruju’ Thalaq Raj’I (Ruju’nya suami kepada isteri sebelum selesai masa ‘iddah; cukup dengan ucapan atau jima’, tanpa harus adanya tajdiidun_nikaah).
2)      Ruju’ Thalaq Ba’in (Ruju’nya suami kepada isteri setelah selesai masa ‘iddah; harus adanya tajdiidun_nikaah).
a.       Ba’in Shughra adalah thalaq ke-1 dan ke-2
b.      Ba’in Kubro adalah thalaq ke-3, bisa ruju’ setelah isteri menikah dengan pria lain (adanya muhallil).

B.     ‘Iddah
1.      Pengertian ‘Iddah
‘Iddah secara bahasa adalah menghitung (‘adda)
Secara syar’i adalah masa tunggu (kosongnya rahim dari pembuahan) seorang wanita yang telah dicerai.

2.      Hikmah ‘Iddah
1)      Menjaga dan memelihara dari rusaknya nasab.
2)      Penegasan akan hamil tidaknya seorang wanita setelah perceraian.
3)      Memberi kesempatan kepada suami-isteri untuk saling ruju’ dan memperbaiki hubungan.
4)      Menghormati suami yang meninggal (khusus bagi ‘iddah wafat)

3.      Jenis ’Iddah
1)      ‘Iddah wanita yang dithalaq dalam keadaan hamil, waktunya hingga melahirkan. (QS. Ath Thalaq : 4)
2)      ‘Iddah wanita yang dithalaq dalam keadaan tidak hamil, waktunya 3 kali suci dari haidh. (QS. Al Baqarah : 228)
3)      ‘Iddah wanita yang dithalaq dalam keadaan belum sempat jima’, maka tidak ada masa ‘iddah. (QS. Al Ahzaab : 49)
4)      ‘Iddah wanita yang ditinggal mati suaminya, waktunya 4 bulan 10 hari. (QS. Al Baqarah : 234)


Bagian 8
Wanita-Wanita Yang Haram Dinikahi

A.    Karena nasab (QS. An Nisaa’ : 23)
1.      Ibu, termasuk nenek dari pihak ayah atau pihak ibu.
2.      Anak-anak perempuan, termasuk cucu perempuan dari anak laki-laki atau perempuan, hingga keturunan di bawahnya.
3.      Saudara-saudara perempuan, baik saudara seayah, seibu maupun seayah dan seibu.
4.      Saudara perempuan ayah, termasuk saudara perempuan kakek dan nenek dari piahak ayah dan seterusnya.
5.      Saudara perempuan ibu, termasuksaudara perempuan kakek dan nenek dari pihak ayah dan seterusnya.
6.      Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki hingga keturunan di bawahnya.
7.      Anak-anak perempuan saudara perempuan hingga keturunan di bawahnya.

B.     Karena ikatan perkawinan (mushaharah) (QS. An Nisaa’ : 22-23).
1.      Istri ayah (mertua)
2.      Istri anak (menantu)
3.      Ibu istri (mertua wanita), Seluruh madzhab sepakat bahwa ibu istri dan seterusnya ke atas adalah haram dinikahi,
4.      Anak tiri, Seluruh madzhab sepakat bahwa anak perempuan istri (anak perempuan tiri) haram untuk dinikahi apabila ibu anak tiri telah dijima’. Akan tetapi apabila ibu dari anak tiri belum dijima’ sudah bercerai dan atau ibu anak perempuan tiri mati maka menikahi anak tiri diperbolehkan.

C.    Menyatukan dua wanita “muhrim” sebagai istri.

D.    Rounded Rectangle: 14

Pernikahan beda agama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Bahasa Indonesia Adab Kepada Guru

Tema : Adab Kepada Guru Assalamu’alaikum Wr. Wb. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى فَضَّلَ بَنِى آدَمَ بِالْعِلْمِ وَالأَعْمَلْ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ. وَعَلَى أَلِهِ وَالصَّحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَة. أَمَّا بَعْدُ Yang saya hormati… Serta para pelajar rohimakumulloh Tiada kata yang pantas diucapkan, selain rasa syukur kepada Alloh SWT karena atas berkat kuasanya kita dapat hadir pada malam hari ini dalam keadaan yang sempurna tanpa kurang suatu apapun. Allohumma sholli ‘ala Muhammad SAW, semoga kita bisa meneladaninya dan mendapatkan syafa’atnya. Hadirin Hadirot rohimakumulloh. Dewasa ini, akhlak/moral/sopan santun para pelajar banyak mengalami kemerosotan, banyak murid yang membangkang bahkan melawan gurunya. padahal guru harus dihormati dan dimuliakan. Sebab guru adalah   orang yang mengajarkan kepada kita tentang berbagai ilmu pengetahuan. Seorang penyair berkata :  وَقْنَعْ بِجَهْلِكَ اِنْ جَف

Pidato Bahasa Indonesia Sholat Adalah Tiang Agama

Tema : Sholat Adalah Tiang Agama Assalamu’alaikum Wr. Wb. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ Yang saya hormati… Hadirin hadirot rohimakumulloh, Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Alloh SWT yang telah memberikan kepada kita kesempurnaan akal serta kesehatan badan. Kedua, Sholawat serta Salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW, sebagai nabi pembawa rahmat dan satu-satunya nabi pemberi syafa’at fiyaumil kiyamat. Hadirin hadirot rohimakumulloh, Pada kesempatan yang penuh barokah ini, saya akan menyampaikan pidato saya dengan tema “Sholat adalah Tiang Agama”. Hadirin hadirot rohimakumull

Pidato Bahasa Indonesia Tanda-Tanda Orang Munafik

Tema : Tanda-Tanda Orang Munafik Assalamu’alaikum Wr. Wb. إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ ،َأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.، أَمَّا بَعْدُ Yang saya hormati… Hadirin hadirot rohimakumulloh, Puji syukur kita panjatkan kehadirot Alloh SWT yang telah memberikan kita iman, islam dan kesempurnaan akal. Sholawat serta Salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW, nabi pembawa rahmat untuk semesta alam. Hadirin hadirot rohimakumulloh, “lain dimulut lain dihati " itulah pribahasa yang cocok dengan apa yang akan saya sampaikan kali ini, karena saya akan berpidato dengan tema “tanda-tanda orang munafik”. Hadirin hadirot rohimakumulloh, Munafik adalah sala