ANALISIS
JURNAL
PELAKSANAAN HUKUM KEWARISAN ISLAM
DI MASYARAKAT ABUNG LAMPUNG UTARA
Azmi
Siradjuddin
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester I
Mata Kuliah Seminar
I
Tim Dosen Pengampu
:
Dr. Hj. Ida
Umami, M.Pd., Kons
Dr. M. Ihsan Daholfany,
M.Ed
Oleh :
Nasihudin Mustofa (NPM : 14720030)
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
2015
ANALISIS
JURNAL
Judul
|
:
|
PELAKSANAAN
HUKUM KEWARISAN ISLAM DI MASYARAKAT ABUNG LAMPUNG UTARA
|
Penulis
|
:
|
Azmi Siradjuddin
|
Volume
|
:
|
07 No. 02
Juli 2007
|
A.
Latar belakang
Mewaris
dalam hukum kewarisan adat Abung Lampung Utara berarti mengoperkan harta
keluarga kepada keturunan, terutama kepada anak laki-laki tertua yang dalam
istilah bahasa Lampung adalah “anak punyimbang”, dimana anak punyimbang
tersebut mengatur hak-hak dan kewajiban adik-adiknya, baik pria maupun wanita,
sampai mereka berkeluarga atau berumah tangga. Dengan sistem diatas,
terdapatlah perbedaan kedudukan hak dan kewajiban kerabat pria dan kerabat
wanita. Sehingga yang berfungsi sebagai pengatur adalah kerabat pria (ayah),
sedangkan kerabat dari pihak wanita (ibu) hanya membantu. Sehingga janda dan
anak perempuan tidak dipandang sebagai ahli waris, melainkan sebagai anggota
keluarga yang dipandang perlu mendapat perlindungan kehidupan jika ditinggal
mati oleh pewaris.
Hukum kewarisan menurut hukum adat di masyarakat Abung adalah
harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia. Harta yang
ditinggalkan tesebut ada yang dapat dijual dan ada yang tidak dapat dijual.
harta yang tidak dapat dijual tersebut dikarenakan kedudukannya sebagai milik
kerabat bersangkutan. Harta yang tidak dapat dijual tersebut berarti tidak
dapat dibagikan kepemilikannya kepada ahli waris.
Hukum kewarisan adat apabila dibandingkan dengan hukum
kewarisan Islam akan berbeda penerapannya dalam masyarakat. Hukum kewarisan
Islam adalah bagian dari ajaran Islam yang telah pasti ketentuannya sehingga
umat Islam wajib mengikuti ketentuan-ketentuannya itu.
B.
Landasan Teori
Hukum kewarisan Islam yang disebut hukum fara’idl
karena adanya bagian-bagian tertentu. Kata fara’idl berasal dari
kata faridah artinya kewajiban yang dekat hubungannya dengan kata fardl
yang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan.
Asas-asas hukum kewarisan Islam yang dapat
disarikan dari al-Qur’an dan Hadits Rasulullah, sebagaimana dinyatakan oleh
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, diantaranya adalah (1) asas ijbari adalah
bahwa peralihan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya
berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Alloh tanpa digantungkan kepada
kehendak pewaris atau ahli waris, (2) asas bilateral adalah bahwa seseorang
menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu dari pihak kerabat
keturunan laki-laki dan dari pihak keturunan perempuan, (3) asas individual
adalah bahwa harta warisan dapat
dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan, (4)
asas keadilan berimbang adalah bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan
antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban
yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat hak yang
sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing (kelak) dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat, dan (5) akibat kematian adalah bahwa
kewarisan adakalau ada yang meninggal dunia.
Menurut Mohamad Daud Ali, hukum kewarisan Islam
adalah hukum yang mengatur kepada sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak
dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia kepada
ahli warisnya.
C.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana masyarakat Muslim Abung di
Kabupaten Lampung Utara melaksanakan hukum kewarisan Islam di luar dan di dalam
Pengadilan Agama?
2. Bagaimana hubungan hukum kewarisan
Islam dengan hukum kewarisan Adat di Kabupaten Lampung Utara dalam
pelaksanaannya di luar dan di dalam Pengadilan Agama?
D.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasikan permasalahan
serta solusinya, yaitu dengan membuktikan adanya kedudukan dan peranan “Anak
Punyimbang” sebagai anak laki-laki yang dituakan.
2. Mengetahui lebih jelas pelaksanaan pembagian
warisan di masyarakat Abung.
3. Masalah-masalah apa saja yang
menghambat kurangnya pelaksanaan hukum kewarisan Islam di masyarakat Abung.
E.
Manfaat Penelitian
Memberikan sumbangan kepada para sarjana hukum yang
tertarik untuk meneliti lebih lanjut pelaksanaan hukum kewarisan Islam,
khususnya, di masyarakat Abung/masyarakat Adat pepadun, serta hasil penelitian
ini dapat dikaji ulang oleh para pakar hukum islam.
F.
Lokasi Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan pada masyarakat
muslim Abung Kabupaten Lampung Utara.
G.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penilaian kualitatif,
yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi yang kemudian dianalisis dengan
menggunakan rumus rata-rata.
1.
Koesioner
Pengumpulan data dilakukan melalui pertanyaan pada setiap materi,
yaitu dengan cara membagi rata-rata nilai tersebut kedalam jumlah pertanyaan
yang dikelompokkan kedalam lima kelas kualitas berdasarkan rata-rata nilai
proporsional responden, yaitu sebagaiberikut:
1.
1% - 20%
= sangat kurang
2.
21% - 40% = kurang
3.
41% - 60%
= cukup
4.
61% - 80%
= baik
5.
81% - 100% = sangat baik
2.
Survei
Pengumpulan data melalui survei dilakukan untuk mengetahui
pola sikap masyarakat muslim Abung Lampung Utara terhadap hukum
kewarisan Islam.
H.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bagian ini dibahas mengenai kesadaran hukum
masyarakat muslim Abung di Kabupaten Lampung Utara terhadap hukum kewarisan
Islam. Untuk mengetahui kesadaran hukum masyarakat tersebut, digunakan acuan
penilaian kebenaran jawaban responden terhadap sistem hukum yang diketahuinya
atau dipilihnya.
Indikator kesadaran hukum masyarakat meliputi dua
hal pokok, yaitu:
1.
Sejauhmana tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap pentingnya hukum kewarisan Islam dalam kehidupannya
2.
Bagaimana hubungan antara hukum kewarisan Islam
dengan hukum kewarisan adat dalam pembagian harta warisan.
Dari hasil penelitian, ternyata kelompok yang
menundukkan diri terhadap sistem hukum Islam merupakan kelompok terbesar. Hal
itu terlihat dari jumlah responden yang memilih sistem hukum kewarisan islam,
sebagai sistem hukum yang sebaiknya mengatur masalah kewarisan, berjumlah
60,87%, dan kelompok kedua terbesar adalah kelompok yang menundukkan diri
terhadap sistem hukum adat, yaitu sebanyak 34,78%. Namun, dari hasil penelitian
diperoleh fakta bahwa kesadaran hukum anggota setiap kelompok terhadap sistem
hukum yang dianutnya tersebut relatif kurang. Pengetahuan dan pemahaman
responden terhadap sistem hukum tersebut tidak menunjukkan hubungan yang erat
dengan sikap dan pola perilaku hukumnya. Dalam arti bahwa adanya perilaku tidak
sesuai hukum (perilaku yang diatur oleh hukum, tetapi tidak terwujud
sebagaimana diharapkan), menunjukkan bahwa responden masih memilih alternatif cara
di luar hukum sebagai referensinya. Cara diluar (normal) hukum ini, muncul
tidak saja tradisi, tetapi juga karena golongan kepentingan dan risiko sosial
serta tidak memahami hukum kewarisan Islam. Terlebih, kewenangan Peradilan Umum
hannya terbatas pada penyelesaian sengketa tentang status suatu barang, oleh
karena wewenang Peradilan Umum untuk menindak perbuatan yang berhubungan dengan
tindakan pidana, apakah itu termasuk harta peninggalan atau bukan. Sementara
masalah penentuan ahli waris, harta peninggalan, dan bagian waris bagi setiap
ahli waris sepenuhnya merupakan wewenang Peradilan Agama dan bukan merupakan
wewenang Peradilan Umum.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu adanya
pendekatan keagamaan terhadap para pihak yang tidak menjadikan janda dan anak
perempuan sebagai ahli waris, yaitu dengan penekanan hal-hal sebagai berikut:
1.
Pelaksanaan hukum kewarisan Islam, bagi kaum
muslimin, merupakan suatu keharusan/kewajiban
2.
Secara lahiriah harta peninggalan merupakan milik
pewaris (almarhum), akan tetapi hakikatnya adalah milik Alloh. Oleh karena itu,
maka kaum muslimin harus tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum kewarisan Islam
yang telah ditetapkan Alloh, baik yang menyangkut siapa-siapa yang merupakan
ahli waris maupun bagiannya masing-masing
3.
Apabila masing-masing ahli waris telah
mendapatkan bagiannya menurut hukum kewarisan Islam, jika harta warisan itu
akan dijadikan modal usaha, maka masing-masing ahli waris dapat menghimpun
kembali harta warisan tersebut di bawah tanggung jawab anak laki-laki tertua
yang cakap dan dipercaya. Jika anak lelaki tertua tersebut tidak cakap dan
tidak dapat dipercaya, maka dapat diserahkan kepada adik laki-lakinya yang
cakap dan dipercaya. Dengan demikian, jika harta warisan yang dihimpun tersebut
dapat dikembangkan, kesejahteraan dan keutuhan harta warisanpun terjaga. Selain
bentuk diatas, ada cara lain agar masyarakat muslim abung dapat melaksanakan
pembagian harga warisan menurut hukum kewarisan Islam. Yaitu, dengan cara :
menghibahkan sebagain harta kepada masing-masing calon ahli waris
(anak-anaknya) terutama kepada mereka yang sudah berkeluarga, dan sebagiannya,
setelah orang tua (ahli waris) meninggal dunia, maka sebagain harta warisan
yang belum dibagi, segera dibagikan menurut hukum kewarisan Islam.
Dengan cara diatas, pembagian harta warisan yang
berdasarkan hukum kewarisan pada dimasyarakat muslim Abung tidak dikuasai oleh
anak lelaki tertua saja, tetapi kebersamaan dan kesejahteraan selalu dibina
oleh keluarga ahli waris.
I.
Kesimpulan
Sistem hukum adat dan sistem hukum islam, dalam
masalah kewarisan, keduanya merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Keduanya berjalan beriringan, berbaur, dan kadangkala berbenturan dalam mengisi
kebutuhan hukum masyarakat. Oleh karena itu, perkembangan sistem kewarisan adat
akan menuju pada arah sistem hukum kewarisan islam. Hal itu jika ditunjang oleh
unsur-unsur terkait seperti para pakar hukum baik dari kalangan ulama,
cendikiawan maupun pemerintah yang harus berusaha untuk memberikan penjelasan
yang baik dan benar mengenai hukum kewarisan Islam. Karena masyarakat muslim
umumnya kurang memahami hukum kewarisan Islam. Untuk itu, pendidikan agama
maupun pendidikan umum merupakan inti dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.
J.
Saran
1. Pemerintah harus melakukan langkah-langkah
pembenahan tingkat perencanaan, pelaksanaan, pendayagunaan dan evaluasi tentang
sumber daya manusia.
Karena sumber daya manusia yang berkualitas akan membawa pemahaman dan
penghayatan khususnya di bidang hukum perdata yakni hukum kewarisan Islam.
2. Dengan adanya keterbatasan dalam menganalisis
jurnal ini, maka kepada analisator lain diharapkan untuk mengadakan analisis
sejenis yang lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak dan menggunakan
rancangan metode yang lebih kompleks sehingga dapat ditemukan hasil yang lebih
optimal dan bisa digeneralisasikan.
Komentar
Posting Komentar
Add a comment....