MAKALAH
PENDIDIKAN INKLUSI
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Kebijakan
Sistem Pendidikan
Dosen
Pembimbing :
Dr. Hj. Try
Yuni Hendrowati, M.Pd
Dr. H. Handoko
Santoso, M.Pd
Oleh
:
Nasihudin
Mustofa NPM : 14720030
PROGRAM
PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
METRO
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis
sampaikan kepada Allah swt, karena berkat ridho
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah/Madrasah”, untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kebijakan Sistem Pendidikan.
Sholawat dan salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad saw yang selalu kita nanti-nantikan syafa’atnya di
hari kiamat.
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penukis
terima. Oleh karena itu penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada :
1.
Dr.
Hj. Try Yuni Hendrowati, M.Pd (Dosen pengampu)
2.
Dr.
H. Handoko Santosa, M.Pd (Dosen pengampu)
3.
Semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran masih penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Metro, Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu adanya pendidikan di negara kita adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu seluruh warga negaranya. Dengan adanya
pendidikan diharapkan, semua akan mampu mengaktualisasi dirinya dalam
masyarakat, mampu membangun negaranya ke arah yang lebih baik dan lebih maju.
Pendidikan ini merupakan hak semua warga negaranya tanpa kecuali. Hak
pendidikan tidak membedakan derajat, kondisi ekonomi ataupun kelainannya. Semua
berhak memperoleh pendidikan yang layak. Semua berhak memperoleh pendidikan
yang ada disekitarnya.
Pendidikan
inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil ( 1994/1995 ) didefinisikan sebagai
suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak
berkebutuhan khususdilayani sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
dengan teman teman-teman seusianya. untuk itu perlu adanya rekonstruksi di
sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung kebutuhan khusus bagi setiap
anak.
Keberadaan anak
berkebutuhan khusus di masyarakat masih belum dapat sepenuhnya diterima,
sehingga banyak hal yang menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus belum
dapat diperoleh atau dengan kata lain masih terjadi deskriminasi terhadap
anak-anak berkebutuhan khusus baik dalam bidang sosial, hukum ataupun
pendidikan. Untuk itu banyak usaha dari pemerintah ataupun gerakan masyarakat
internasional yang peduli dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang melahirkan
kesepakatan dan perangkat hukum perundang-undangan yang mengikat.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa
tujuan adanya pendidikan inklusif tersebut?
2.
Bagaimana
bentuk landasan untuk pendidikan inklusif?
C.
Tujuan Penulisan
Setelah
mempelajari tentang tujuan dan landasan pendidikan inklusif, maka dapat
mengidentifikasi :
1.
Menguraikan
tujuan adanya pendidikan inklusif.
2.
Menjelaskan
landasan-landasan dari pendidikan inklusif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Pendidikan Inklusi
Pendidikan
merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya
agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan
pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali
termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang
tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).
Anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan
fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya
yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem
pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang
berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari
telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak
– anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok
difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel.
Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang
integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Seiring dengan berkembangnya
tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul
konsep pendidikan inklusi.
Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem
pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities
and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam
Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban
untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan
pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya
partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya
sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara
pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru. Tujuan yang
lain adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal
kelas dan putus sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang
menghargai keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
B.
Landasan Pendidikan Inklusi
Penerapan pendidikan inklusif di Indonesia dilandasi oleh:
1.
Landasan filosofis
Landasan filosofis bagi pendidikan Inklusif di Indonesia yaitu:
a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara
burung Garuda yang berarti “bhineka tunggal ika”. Keragaman dalam etnik,
dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa
yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
b. Pandangan agama (khususnya islam): manusia dilahirkan dalam keadaan
suci, kemuliaan manusia di hadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi
takwanya, allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri,
manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturrahmi.
c. Pandangan universal hak azasi manusia menyatakan bahwa setiap
manusia mempunyai hak untuk hidup layak, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
d. Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang
berwawasan multikulturalyang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima,
serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan
keberfungsian fisik maupun psikologis.
2.
Landasan yuridis
a.
Nasional
1)
UUD
1945 (amandemen) pasal 31
a) Ayat(1): “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
b) Ayat(2): “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah
wajib membiayainya”
2)
UU
No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 5
a) Ayat (1): setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu
b) Ayat (2): warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional,
intelektual, dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus
c) Ayat (3): warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
d) Ayat (4): warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
3) UU No. 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak
a)
Pasal
48: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (Sembilan)
tahun untuk semua anak.
b)
Pasal
49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
4)
UU
No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat
Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang
sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
5)
Permendiknas
No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
6)
Surat
Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 januari 2003: “setiap
kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan di
sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari: SD, SMP,SMA, SMK.
7)
Deklarasi
Bandung: “Indonesia menuju pendidikan inklusif” tanggal, 8-14 Agustus 2004
a)
Menjamin
setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya mendapatkan kesempatan
akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan,
social, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi
generasi penerus yang handal
b)
Menjamin
setiap anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya sebagai individu yang
bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang
bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan
diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik,
psikologis, ekonomis, sosiologis, hokum, politis maupun cultural
c)
Menyelenggarakan
dan mengembangkan pengelolaan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak
berkelainan dan anak berkelainan lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat
mengembangkan keunikan potensinya secara optimal
d)
Menjamin
kebebasan anak berkelainan dan anak berkelainan lainnya untuk berinteraksi baik
secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun, dan di lingkungan
manapun, dengan meminimalkan hambatan
e)
Mempromosikan
dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum
ilmiah, pendidikan dan pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan
f)
Menyususn
rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik
dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi,
kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anaka berkelainan lainnya
g)
Pendidikan
inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif antara
pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry,
orang tua serta masyarakat.
b.
Internasional
1)
Salamanca statement and framework for action on special needs
education (1994)
Article 2: We believe and pro claim that:
a)
EVERY
CHILD HAS A FUNDAMENTAL RIGHT TO EDUCATION, and must be given the opportunity
to achieve and maintain and acceptable level of learning
b)
EVERY
CHILD has UNIQUE CHARACTERISTIC, INTERESTS, ABILITIES, and LEARNING NEEDS
c)
Educations
systems should be designed and educational programmes implemented to take into
account the WIDE DIVERSITY OF THESE CHARACTERISTIC and NEEDS
d)
Those
with SPECIAL EDUCATIONAL NEEDS MUST BE ACCESS TO REGULAR SCHOOLS which should
accommodate them within should a child centred pedagogy capable of meeting
these needs
e)
REGULAR
SCHOOLS WITH THIS INCLUSIVE ORIENTATION are the most effective means of
COMBATING DISCRIMINATORY ATTITUDES, CREATING WELCOMING COMMUNITIES BUILDING IN
INCLUSIVE SOCIETY AND ACHIEVING EDUCATION FOR ALL; moreover, they provide an
effective education to the majority of children and improve the efficiency and
ultimately the cost-effectiveness of entire education system
Article 3
a)
The
guiding principle that informs thir Framework is that schools should
ACCOMMODATE ALL CHILDREN regardless of their physical, intellectual, social,
emotional, linguistic, or other conditions
b)
This
should include DISABLE and GIFTED CHILDREN, STREET and WORKING CHILDREN,
CHILDREN FROM REMOTE or NOMADIC POPULATIONS, CHILDREN FROM LINGUISTIC, ETHNIC
OR CULTURAL MINORITIES and children from other DISADVANTEGED or MARGINALIZED
AREAS OR GROUPS
c)
These
conditions create a range of different challenges to school systems. In the
context of this Framework, the term special educational needs refers to all
those children and youth whose needs arise from disabilities or learning
difficulties
d)
Many
children experience learning difficulties and thus have special educational
needs are some time during their scooling
e)
SHOOLS
HAVE .TO FIND WAYS of successfully EDUCATING ALL CHILDREN, including those who
have serious disadvantages and disabilities
f)
There
is an emerging consensus that CHILDREN AND YOUTH WITH SPECIAL EDUCATIONAL NEEDS
should be INCLUDED in the EDUCATIONAL ARRANGEMENTS made for the MAJORITY OF
CHILDREN
g)
This
has led to the CONCEPT OF THE INCLUSIVE SCHOOL is that of DEVELOPING A
CHILD-CENTRED PEDAGOGY CAPABLE of successfully educating all children,
INCLUDING those who have SERIOUS DISADVANTAGES AND DISABILITIES.
2)
Deklarasi Bukittinggi tahun 2005
a)
Sebuah
pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan
menjamin bahwa strategi nasional untuk “Pendidikan Untuk Semua” adalah
vbenar-benar untuk semua
b)
Sebuah
cara untuk menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang
berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari
program-program untuk perkembangan anak usia dini, pra-sekolah, pendidikan
dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi
kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan
terhadap marginalisasi dan enklusi
c)
Sebuah
kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan mengnhormati
perbedaan individusemua warga Negara
3)
Landasan pedagogis
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi melalui pendidikan, peserta
didika berkelaian dibentuk menjadi warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai peerbedaan dan berpartisipasi
dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka
diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun
kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
4)
Landasan empiris
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di Negara-negara
barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar yang dipelopori oleh
the National Academy of Science (AS). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi
dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak
effective dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan
khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil
identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar
bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan
penempatan anak berkelainan secara tepa, karena karakteristik mereka
yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995)
Prisoner (2003) yang melakukan survey pada kepala sekolah tentang
sikap mereka terhadap pendidikan inklusif menemukan bahwa hanya satu dari lima
sekolah tersebut yang memiliki sikap postif tentang penerapan pendidikan
inklusif. Dalam suatu penelitian menemukan bahwa guru-guru dalam sekolah
inklusif lebih memiliki sikap positif terhadap peran guru inklusi
dan dampaknya daripada guru pada sekolah regular. Meyer (2001) mengatakan bahwa
siswa yang memiliki kecacatan yang cukup ditemukan untuk memiliki
keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh pendidikan
dalam lingkungan yang menerima mereka khususnya yang berkaitan dengan hubungan
social dan persahabatan mereka dengan masyarakatnya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Salah
satu tujuan adanya pendidikan inklusif adalah untuk mendorong terwujudnya
partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Tujuan yang lain
adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai dengan kenutuhannya, membantu mempercepat program
penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu, membantu
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal
kelas dan putus sekolah, selanjutnya yaitu menciptakan sistem pendidikan yang
menghargai keberagaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
2.
Pendidikan
inklusif di Indonesia memiliki beberapa landasan yaitu :
a.
Landasan
filosofis
b.
Landasan
yuridis
c.
Landasan
empiris
d.
Landasan
pedagogis
B.
Saran
Dari berbagai peraturan perundangan dan kesepakatan yang ada
tersebut telah mencakup hampir semua hak anak-anak berkebutuhan khusus, hannya
yang masih menjadi kendala atau permasalahan adalah point pada pelanggaran
hak-hak anak yang belum ada sangsinya sehingga masih belum adanya pencapaian
hak-hak tersebut secara optimal. Sebagai calon pendidik, harus tetap mampu
mewujudkan hak-hak anak berkebutuhan tersebut sehingga tidak ada deskriminasi
karena telah diketahui tujuan pendidikan penting bagi semua orang. Masyarakat
pun harus memiliki kesadaran untuk peduli dengan anak berkebutuhan khusus
bukan tindakan pengucilan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul salim
choiri munawir yusuf. 2009. Pendidikan Anak Nerkebutuhan Khusus Secara
Inklusif.
FKIP .UNS
Laelatussy.
2011. Hakikat Pendidikan Inklusi. Diposting pada 2
agustus 2011 diunduh dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2194177-hakikat-tujuan-pendidikan-inklusi/#ixzz1nq1z1KKy
Suparno.
2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Komentar
Posting Komentar
Add a comment....