
PENDIDIKAN
DAN PEMBELAJARAN
DITINJAU
DARI SUDUT HISTORIS
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah
Landasan Pendidikan
Dosen
Pembimbing :
Prof. Dr.
Karwono, M.Pd
Dr. Hj. Ida
Umami, M.Pd., Kons
Dr. M. Ihsan
Daholfany, M.Ed
Oleh :
Nasihudin Mustofa NPM
: 14720030
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah swt, Sang Pemilik sirkulasi waktu, Sang Maha
Tahu, Sang Maha Pemilik Segala Ilmu dan atas izin-Nya memberikan waktu
kepada penyusun sehingga makalah berjudul Pendidikan dan pembelajaran
ditinjau dari sudut historis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu
tugas kelompok mata kuliah Landasan Pendidikan.
Pembahasan makalah ini memasuki wilayah
landasan pendidikan yang ditinjau dari segi historis, diharapkan dengan
memahami sejarah pendidikan kita dapat memecahkan dan mengembangkan serta
menjawab permasalahan dan tantangan dalam dunia pendidikan yang kita hadapi
saat ini. Melalui tinjauan masa lalu yang menghasilkan sistem , yang sedikit
banyak jika bukan seluruhnya, telah kita adopsi saat ini dapat dijadikan
landasan dalam rancangan pendidikan untuk masa depan tanpa meninggalkan
pendidikan masa lalu.
Makalah sederhana ini tentu saja masih perlu
penyempurnaan, untuk itu kritik dan saran perbaikan, kami harapkan demi
penyempurnaannya, sekaligus menambah wawasan bagi kita semua. Terimaksih.
Metro,
April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR
ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
...... A.
Latar Belakang.............................................................................. 1
...... B.
Rumusan Masalah.......................................................................... 2
...... C.
Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian....................................................................................... 3
B. Sejarah Pendidikan Dunia.............................................................. 4
C. Pendidikan
Zaman Hindu-Budha................................................... 4
D. Pendidikan
Zaman Islam............................................................... 10
E. Pendidikan
Zaman Pendudukan Asing......................................... 15
F. Implikasi
Sejarah Terhadap Konsep Pendidikan Nasional
Indonesia....................................................................................... 25
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 26
B. Saran.............................................................................................. 26
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
John Dewey, salah satu filsuf pendidikan
terkemuka dunia, menyarankan sebuah hal yang masuk akal untuk penyelidikan dan
penggunaan sejarah (pendidikan) masa lalu. Di dalam bukunya Democracy and
Education, menegaskan bahwa “masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak
lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu seluruhnya telah pergi dan terjadi,
maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap hal tersebut. Biarkanlah
sukma terkubur bersama dengan jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap masa
lalu merupakan kunci untuk memahami saat ini. Sejarah sesuai dengan
masa lalu, tapi masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini”.
Pendidikan di Indonesia saat ini, memiliki
keterkaitan dengan pendidikan pada masa lampau. Mulai dari pendidikan pada
zaman kuno, Hindu-Budha, Islam, penjajahan (pendudukan asing), Proklamasi dan
Orde Baru. Mulai dari sejak itu bangsa Indonesia sudah mengenal dunia
pendidikan, baik formal maupun informal, kemudian berkembang dan menjadi lebih
terstruktur. Banyak sekali pengaruh yang dirasakan bangsa Indonesa dalam hal
pelaksanaan pendidikan ketika berada pada zaman tersebut. Dengan mempelajari
sejarah pendidikan Indonesia saat itu, kita dapat mengambil hikmah dan
pelajaran untuk membangun pendidikan Indonesia menjadi lebih baik
lagi. Sejarah Pendidikan Indonesia cukup panjang untuk dijelaskan, maka dari
itu kami hanya menjelaskan mengenai sejarah pendidikan Indonesia zaman
Hindu-Budha, Islam dan Penjajahan.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari
pemaparan makalah ini yaitu :
1.
Apakah pengertian dari historis pendidikan?
2.
Bagaimana sejarah pendidikan dunia?
3.
Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia pada
zaman Hindu-Budha?
4.
Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia pada
zaman Islam?
5.
Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia pada
zaman Penjajahan?
6.
Bagaimana keterkaitan antara pendidikan di
Indonesia pada zaman Hindu-budha, Islam dan Penjajahan dengan
pendidikan di Indonesia dewasa ini?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Landasan
Pendidikan
2.
Mengetahui dan memahami pendidikan nasional
Indonesia pada zaman Dunia, Hindu-Budha, Islam dan Penjajahan (pendudukan
asing)
3.
Mengetahui dan memahami keterkaitan antara
pendidikan pada zaman Dunia, Hindu-Budha, Islam dan Penjajahan dengan
pendidikan Indonesia dewasa ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kata sejarah
berasal dari bahasa Inggris “history” yang sebenarnya kata history
itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “istoria” yang berarti
orang pandai. Sehingga history/istoria/historis/sejarah adalah suatu keadaan
atau kejadian pada masa lampau dimana adanya peristiwa yang menjadi sebuah
acuan untuk mengembangkan suatu kegiatan atau kebijakan pada saat ini.
Mempelajari sejarah sangatlah penting karena dengan mempelajari sejarah manusia
memperoleh banyak informasi dan manfaat sehingga menjadi lebih arif dan
bijaksana dalam menentukan sebuah kebijakan.Sejarah adalah keadaan
masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh
konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang
mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk
dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
John Dewey, salah satu filsuf pendidikan
terkemuka dunia, menyarankan sebuah hal yang masuk akal untuk penyelidikan dan
penggunaan sejarah (pendidikan) masa lalu. Di dalam bukunya Democracy and
Education, menegaskan bahwa “masa lalu hanyalah masa lalu yang tidak
lebih dari sebuah peristiwa. Jika hal itu seluruhnya telah pergi dan terjadi,
maka hanya ada satu alasan yang masuk akal terhadap hal tersebut. Biarkanlah
sukma terkubur bersama dengan jasadnya. Tapi ilmu pengetahuan terhadap masa
lalu merupakan kunci untuk memahami saat ini. Sejarah sesuai dengan
masa lalu, tapi masa lalu tersebut ialah sejarah saat ini”.
B.
Sejarah
Pendidikan Dunia
Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama
berlangsung, mulai dari zaman Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan
(500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra
Reformasi (1600-an). Namun pendidikan pada zaman ini belum memberikan
kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang (Pidarta, 2007: 110). Oleh karena
itu, pendidikan pada zaman ini tidak dijabarkan secara rinci.
Adapun sejarah pendidikan di dunia meliputi
zaman-zaman :
(1) Realisme,
(2) Rasionalisme,
(3) Naturalisme,
(4) Developmentalisme,
(5) Nasionalisme,
(6) Liberalisme, Positivisme, dan
Individualisme, serta
(7) Sosialisme.
C.
Pendidikan
Zaman Hindu-Budha
1.
Faktor-faktor
yang Memungkinkan Berkembangnya Peradaban Hindu atau Budha
a.
Faktor Politis
Bangsa Indonesia mendapat pengaruh dari bangsa
India bagian selatan, karena pada saat itu terjadi peperangan antar India
bagian selatan dan utara, kemudian India bagian selatan tersedak hingga
akhirnya mencari tempat hingga ke Indonesia.
b.
Faktor Ekonomis atau Geografis
Perdagangan dan letak Indonesia antara India
dan dataran Tiongkok, memungkinkan terjadinya pengaruh dari India dan Tiongkok
melalui pergaulan dengan bangsa Indonesia.
c.
Faktor Kultural
India memiliki tingkat peradaban bangsa lebih
tinggi daripada Indonesia. Bangsa India sudah mengenal system pemerintahan yang
teratur dalam bentuk kerajaan, mengenal tulisan dan karya sastra tinggi.
Dibuktikan dengan ditemukannya prasasti batu bertulis huruf Palawa dan bahasa
Sangsekerta.
2.
Hinduisme dan
Budhisme
Agama Hindu di India terbagi menjadi dua
golongan besar, yaitu Brahmanisme dan Syiwanisme. Hindunisme yang datang di
Indonesia adalah Syiwanisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang brahmana
yang bernama Agastya. Salah satu pandangan Syiwanisme berpandangan bahwa,
tujuan hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu kejadian dimana manusia
terlepas dari samsara (penderitaan, yang ditentukan oleh perbuatan manusia
sebelumnya, jadi berlaku hukum karma) , manusia hidup dalam
keabadian yang menyatu dengan Syiwa.
Agama Budha adalah agama yang disebarkan oleh
Sidharta Gautama di India, yang kemudian terpecah menjadi dua aliran, yaitu:
Mahayana dan Hinayana. Yang berkembang di Indonesia adalah Budha Hinayana.
Agama Budha berkembang pada masa kerajaan Sriwijaya di Sumatera, dan pada zaman
Wangsa Syailendra di pulau Jawa.
Menurut ajaran Budhisme manusia hidup dalam
penderitaan karena nafsu duniawi. Manusia dalam hidup ini berusaha untuk
mengusir penderitaan, mencari kebahagiaan yang abadi yaitu nirwana. Untuk
mencapai nirwana manusia harus berperilaku benar, yaitu, berpandangan yang
besar, mengambil keputusan, berkata, bertindak, berkehidupan, berdaya upaya,
melakukan meditasi dan konsentrasi kepada hal-hal yang benar.
3.
Pendidikan
Hindu atau Budha
Di Indonesia Syiwaisme dan Budhisme hidup dan
tumbuh berdampingan, walaupun terjadi penumpasan Wangsa Syailendra yang
beragama Budha oleh Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu, namun di masyarakat
atau rakyat biasanya tidak nampak pertentangan tersebut, bahkan mungkin dapat
dikatakan telah terjadi sinkretisme yaitu keyakinan mempersatukan
figur Syiwa denganBudha sebagai satu sumber Yang
Maha Tinggi.
Pendidikan formal (dalam arti diselenggarakan
oleh Kerajaan ) pada zaman Hindu yang terjadi di kerajaan-kerajaan
Tarumanegara, Kutai, sudah berkembang. Materi pembelajaran berpusat kepada
ajaran agama, membaca dan menulis (huruf Pallawa) dan bahasa Sangsekerta.
Keterampilan membuat candi dan patung-patung tidak terlepas dari inspirasi
ajaran agama, dapat diajarkan secara formal oleh pemahat, atau mereka belajar
langsung dari orang tua mereka, demikian juga cara-cara beladiri atau
(berperang). Para pendidiknya atau guru ialah orang-orang pandai yang memahami
ajaran agama (para pandita), yang berasal dari kasta Brahmana. Para peserta
didiknya ialah keturunan para Brahmana dan anak-anak bangsawan dan raja (kasta
Ksatria).
Pada zaman Hindu pendidikan masih terbatas
kepada golongan minoritas (kasta Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan
mayoritas (Waisya dan Sudra, apalagi kasta Paria). Namun penggolongan kasta di
Indonesia tidak begitu ketat seperti halnya di India. Pendidikan pada zaman
Hindu lebih tepat dikatakan sebagai “perguruan”, dimana para murid berguru
kepada para cerdik cendikia. Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan nama
Pesantren (Pecatrikan: tempat santri menuntut ilmu). Jadi berbeda sekali dengan
sekolah yang kita kenal sekarang.
Sistem perguruan pesantren berkembang terus
sampai pada pengaruh Budha dan dari zaman islam sampai sekarang (pesantren
tradisional). Pada zaman Budha pendidikan berkembang pada kerajaan Sriwijaya
(Palembang), sudah terdapat Perguruan Tinggi Budha, dimana murid-muridnya
banyak berasal dari Indocina, Jepang, dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada
saat itu adalah Dharmapala. Perguruan-perguruan Budha tersebut mungkin menyebar
ke seluruh kekuasaan Sriwijaya. Mungkin sekali candi-candi Borobudur, Mendut,
dan Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Budha.
Karya hasil sastra yang ditulis para pujangga
banyak yang bermutu tinggi, antara lain: Pararaton, Negara Kertagama, Arjuna
Wiwaha, dan Barata Yudha. Para pujangga yang terkenal diantaranya: Mpu Kawa,
Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Prapanca. Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan
Hindu seperti Singosari, Majapahit, dan kerajaan Budha Sriwijaya, tidak
terdapat uraian yang jelas mengenai pendidikan. Namun sudah pasti bahwa pada
zaman tersebut sudah berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang dengan
sengaja dibuat secara formal. Pada saat itu mutu pendidikan cukup
memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.
a.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan sendiri identik dengan tujuan
hidup yaitu untuk mendapat moksa bagi agama Hindu dan mencapai nirwana bagi
agama Budha.
b.
Sifat
Pendidikan
Seperti telah dikemukakan bahwa pendidikan
masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal dalam bentuk sekolah
seperti sekolah kita kenal saat ini. Namun demikian ada beberapa tempat yang
biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
c.
Jenis-Jenis
Pendidikan
Beberapa jenis pendidikan pada zaman Hindu
Budha dapat diklasifikasikan kepada beberapa jenis, diantarnya:
1)
Pendidikan Intelektual
Kegiatan Pendidikan ini dikhususkan untuk
menguasai kitab-kitab suci, Veda dipelajari oleh kaum Brahmana, dan kitab
Tripitaka dipelajari oleh Budha. Pada waktu itu hanya golongan Brahmanalah yang
berhak memepelajari kitab suci Veda. Pendidikan intelektual juga berkaitan
dengan penguasaan doa dan mantera, yang berkaitan dengan penguasaan alam semesta,
pengabdian kepada Syiwa dan Budha Gutama.
2)
Pendidikan kesatriaan
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk
mendidik kaum bangsawan keluarga istana kerajaan, untuk memiliki pengetahuan
dan berkaitan dengan mengatur pemerintahan (kerajaan), bagaimana mengatur
Negara, dan bagaimana harus berperang.
3)
Pendidikan keterampilan
Pendidikan keterampilan yang diajukan bagi
mesyarakat/rakyat jelata berlangsung secara informal yang berlangsung dalam
keluarga, sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Seorang
pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya. Begitu pula para
petani, nelayan, dan sebagainya.
d.
Lembaga
Pendidikan
Seperti telah dikemukakan bahwa pendidikan
masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti
sekolah kita kenal saat ini. Namun demikian ada beberapa tempat yang biasa
dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
1)
Pecatrikan/Padepokan
Kata pecatrikan berasal dari kata catrik yaitu
murid-murid yang belajar pada guru di suatu tempat disebut juga padepokan. Dari
kata catrik dan pecatrikan muncullah kata santi dan pesantren. Jadi sebetulnya
lembaga pesantren sudah dikenal sejak zaman Hindu Budha. Sistem pendidikannya
yaitu peran guru dipegang oleh Brahman atau pendeta yang duduk dilingkari oleh
murid-muridnya. Guru tidak menerima gaji namun dijamin oleh murud-muridnya unti
hidup. Dan yang menjadi dasar pendidikannya adalah agama Budha dan Hindu.
2)
Pura
Pura adalah tempat yang diperuntukan bagi putra
putri raja belajar, dimana yang mereka pelajari berkaitan dengan hidup sopan
santun, mengatur Negara, dan ilmu bela diri baik fisik maupun batin.
3)
Pertapaan
Pertapaan merupakan tempat yang digunakan para
masyarakat awam untuk menanyakan berbagai hal kepada para petapa karena mereka
dianggap memiliki pengetahuan yang lebih atau mengetahui segalanya, sehingga
pertapaan dikatakan lembaga pendidikan.
4)
Keluarga
Keluarga disebut lembaga pendidikan karena di
dalamnya terjadi partisipasi dan imitasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang
tua yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
e.
Ilmu
Pengetahuan dan Karya Seni
Pada zaman jayanya Hindu dan Budha di Indonesia
ini telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni sangat tinggi.
Seperti pada saat itu telah berdiri lembaga pendidikan setaraf “perguruan
tinggi” oleh kerajaan Sriwijaya. Perguruan tinggi tersebut dapat menampung
berates-ratus mehasiswa birawan Cina dapat belajar di Sriwijaya sebelum
melanjutkan belajar di India. Saat itu dikenal mahaguru yang disebut Dharmapala
yang mengajar agama Budha Mahayana.
Sampai jatuhnya Majapahit ilmu penetahuan terus
berkembang hampir di berbagai bidang. Hingga akhirnya melahirka empu-empu, para
pujangga, karya arsitektur baik dalam seni bangunan maupu n seni pahat yang
bermutu tinggi.
D.
Pendidikan
Zaman Islam
1.
Masuknya Islam
ke Indonesia
Islam masuk ke Indonesia tidak dapat ditentukan
tahunnya dengan pasti. Masuknya Islam ke daerah Aceh diketahui dari tulisan
pengalaman Marco Polo dalam perjalananya ke Tiongkok. Dalam perjalanan pulang
dari Tiongkok ia singgah di pantai utara Sumatera, dan sampai di
Peureula, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Perlak (Aceh, tahun 1292).
Marco Polo yang dari Venesia Italia itu telah beragaa Islam. Mengetahui
bagaimana masuknya ke Indonesia terdapat beberapa pendapat yang berbeda, yaitu:
a.
Islam Masuk ke
Indonesia Melalui Persia
Bukti dari pendapat ini ialah sebutan ejaan
tulisan Arab seperti jabar, jeer, dan pees (pjes) merupakan bahasa Iran,
sedangkan dalam Bahasa Arab adalah bergigi. Bulan Muharram merupakan wafatnya
Husen di Karballa, di Iran diperingati dengan mengadakan upacara mengarak peti
mati pada Muharram ditemukan di Minangkabau (bulan Tabut) dan Aceh (bulan Asan
Usen) (Prof. Dr. P.A Hoesien Djajadiningrat).
b.
Islam Masuk ke
Indonesia Melalui Gujarat (India)
Dibuktikan dengan adanya makam raja Islam yaitu
Maliku Saleh. Batu nisan di atas makam itu bertuliskan ayat-ayat Qur’an dengan
huruf arab dan bentuknya sama dengan batu nisan yang ada di Gujarat, yaitu
ukiran-ukiran yang bercorak Hindu gaya Gujarat. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pwngaruh islam dibawa dari Gujarat (Dr. R.M. Soetjipto Wirjoesoparto).
c.
Islam Masuk ke
Indonesia Melalui Mesir dan Mekkah
Agama Islam masuk ke Indonesia langsung dari
mekah melalui mesir. Pendapat ini dikemukakan oleh Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (HAMKA). Adapun alas an-alasan yang dikemukakan HAMKA adalah terdapat
Mazhab dari raja, ulama yang mengajar ilmu tasawuf, batu nisan kuburan tua di
Gresik dan Pasai, dan tasawuf dari india.
2.
Inti Ajaran
Islam
a.
Islam sebagai
Agama Tauhid
Inti ajaran Islam adalah tauhid, yaitu suatu
keyakinan bahwa Tuhan itu Esa segala-galanya. Allah merupakan satu-satunya
Tuhan pencipta, penguasa, dan pemelihara alam semesta.Allah Esa dalam
sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan keutamaan
yang disebut Asmaul Husna dan tidak ada satupun yang dapat menyamai sifat-sifat
tersebut.
b.
Manusia adalah
Sama di sisi Allah
Agama Islam mengajarkan persamaan dan
persaudaraan diantara sesama manusia. Tidak membedakan antara golongan
bangsawan dan rakyat jelata. Semua manusia adalah sama-sama hamba Allah.
c.
Iman Islam dan
Ikhsan
Sebutan islam bukanlah nama yang diberikan oleh
pemeluk agama islam melainkan nama Islam diberikan oleh Maha Pencipta Allah swt
yang tercantum dalam kita suci Al-quran (Al-Imran:19 dan 85; Al-Maidah : 3 ).
Ajaran islam dibangun atas tiga ajaran pokok, yaitu:
1)
Iman adalah percaya dan meyakini dalam hati
adanya Allah, malaikat, rosul, kitab, hari kiamat, qada dan qadar
2)
Islam adalah mengabdikan dan menyerahkan diri
kepada Allah swt
3)
Ikhsan adalah melakukan perbuatan baik kepada
Allah dan beramal sholeh kepada sesame
3.
Pendidikan
a.
Perkembangan
Pendidikan
Pendidikan islam di Indonesia telah berlangsung
sejak agama islam masuk ke Indonesia melalui perdagangan. Para wali
(wali songo) atau ulama islam telah benyak menentukan bagi perkembangan dan
kemajuan pendidikan islam. Dalam menyebarkan agama Islam mereka memperhatikan
filsafat hidup dan kebudayaan yang hidup di masyarakat, sehingga ajaran islam
sangat mudah diterima oleh masyarakat.
Pendidikan islam lebih teratur setelah Raden
Fatah mendirikan pesantren di Hutan Glagah Arum tahun 1475 yang masih berada
dibawah kekuatan Majapahit. Raden Patah mengorganisir pendidikan islam dengan
mendirikan organisasi Bayangkare Islah tahun 1476.
b.
Dasar dan
Tujuan Pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan ialah ajaran
islam yang mengandung kerangka Iman, Islam, dan Ikhsan.
Tujuan pendidikan islam haruslah dalam rangka
meningkatkan pengabdian manusia kepada Allah. Pengabdian manusia kepada Allah
dapat dilihat dari dua aspek. Pertama manusia sebagai hamba Allah yang memegang
teguh aturan-aturan-Nya dalam hubungan manusia kepada Allah. Kedua menusia
dalam keberadaanya selalu berhubungan dengan manusia lainya, ia memiliki
aturan-aturan hidup yang yang telah diakuinya menjadi pola kehidupan bersama.
Tujuan
pendidikan pada zaman islam adalah:
1)
Memiliki penetahuan praktis yang sangat berguna
untuk hidup di dunia yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
2)
Memiliki pengetahuan keagamaan yang bersumber
dari Al-Qur’an, sunnah, Ijma, Qiyas, karena islam yang berkembang pada waktu
itu adalah mazhabsyafi’I dan al-Ghazali.
3)
Menjadi manusia yang menjalankan agama islam,
manusia yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah.
c.
Lembaga-Lembaga
Pendidikan
Perluasan agama islam tidak berlaku dengan
kekerasan dan peperangan (di Indonesia), melainkan secara damai dan secara
edukatif melalui lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada waktu itu.
Pendidikan merupakan suatu tuntutan agar semua umat islam mendapatkan
pengajaran. Pendidikan diselenggarakan dilanggar-langgar, masjid, surau
(Minangkabau) atau di rangkang (aceh). Lembaga-lembaga pendidikan yang
digunakan untuk mengembangkan ajaran di Langgar dan Pondok Pesantren.
1)
Langgar
Dilanggar inilah dilaksanakan berbagai kegiatan
seperti salat, upacara-upacara keagamaan dan tempat belajar yang diajarkan
dilanggar adalah dasar tentang agama islam seperti: huruf arab dalam belajar
Qur’an ibadat (cara-cara shalat, berwudhu dan sebagainya ), rukun islam, rukun
iman, sifat dua puluh, merupakan lembaga pendidikan dasar dalam mempelajari
ajaran Islam.
2)
Pondok Pesantren
Pondok Pesantren merupakan pendidikan lanjutan
setelah pendidikan yang dilaksanakan dilanggar. Sistem pesantren ini telah
berlangsung sejak zaman Hindu/Budha termasuk di India. Mungkin juga dari kata
pesastrian, dengan kata dasar sastri, atau sastra yang artinya huruf atau
bahasa, dipesastri murid-murid belajar huruf palawwa dan bahasa sangsakerta
sebagai huruf dan bahasa kitab suci Veda maupun tripitaka. Pesantren Hindu/Budha
(India), setelah datang pengaruh islam, system tersebut dilanjutkan. Perbedaan
pesantren Hindu/Budha dengan pesantren Islam hanya dalam materi yang diberikan.
Pesantren Hindu/Budha yang diberikan.
Di pesantren tidak ada kurikulum dan
pengetahuan umum seperti di negara-negara besar di Eropa. Hal
tersebut menunjukan bahwa dalam system pesantren begitu kuatnya pengaruh Hindu.
Pengaruh ini juga terlihat pada penghormatan terhadap guru yang sangat besar.
Sehingga apa yang dikatakan guru dianggap sebagai suatu kebenaran.
Terdapat perubahan-perubahan yang cukup penting
dalam system pengajaran di pesantren, antara lain dengan dimasukanya
pengetahuan umum dan keterampilan dalam system pembelajaran di pesantren.
d.
Metoda
Pendidikan
1)
Metode Sorongan (individual)
Metode membaca Al Quran dimulai dengan
pengenalan huruf serta tanda-tandanya untuk langsung membaca surat kecil
(surat-surat pendek). Apabila sudah lancar dilanjutkan dengan membaca Quran
sampai tamat. Metode individual ini dilakukan juga tingakatan lanjutan
pesantren dalam belajar kitab, baik kitab kecil maupun kitab besar. Untuk
membantu para kyai, Kyai sering mengangkat santrinya yang senior ilmu dengan
gelar guru muda, atau biasa disebut juga mentor. Mereka inilah yang membantu
mengajar santri-santri.
2)
Metode Halaqah/palagan
Metode ini dilakukan secara klasikal diberikan
oleh kyai kepada guru muda dan santri yang pandai. Metode pendidikannya yaitu
Kyai duduk di tengah-tengah para santri yang duduk melingkar dan yang mereka
pelajari adalah cara membaca Al Qur’an, terjemahan Al Qur’an dan penjelasannya.
Kemudian para santri mendengarkan, menulis terjemahan, dan diadakan juga tanya
jawab.
e.
Ciri-Ciri
Pendidikan
1)
Pendidikan bersifat religius, berpusat kepada
ajaran agama islam
2)
Guru tidak memperoleh bayaran, tetapi menempati
kedudukan terhormat di masyarakat.
3)
Pendidikan Islam bersifat demokratis. Al Qur’an
harus dipelajari oleh seluruh umat manusia, bukan hanya milik Kyai atau
penguasa. Karena itu yang belajar di langgar maupun di pesantren mereka sudah
memeluk agama islam dan berduyun-duyun berlomba membaca Al Qur’an, minimal
mereka dapat membacanya.
E.
Pendidikan
Zaman Pendudukan Asing
1.
Kedatangan
Orang Portugis dan Spanyol
Latar Belakang sosial Budaya. Pada
awal abad ke –16, bangsa Indonesia didatangi oleh bangsa Portugis dan disusul
oleh bangsa Spanyol. Tujuan mereka datang ke Indonesia tidak hanya untuk
berdagang melainkan juga disertai oleh missionaris untuk
menyebarkan agama Khatolik. Implikasinya, pendidikan pada zaman tersebut
diutamakan untuk penyebaran agama Khatolik. Untuk mengembangkan ajaran agama
tersebut maka didirikanlah sekolah pertama yang disebut sekolah (Seminarie)
di Teernate pada tahun 1536. Sekolah tersebut merupakan sekolah pertama dan
kurikulumnya berisi pendidikan agama Khatolik, membaca, menulis dan berhitung.
Pada awalnya mereka dapat menguasai pulau-pulau
Ternate, Tidore, Ambon dan Bacan, namun pada akhirnya pemberontakkan datang
dari Sultan Ternate kepada bangsa Portugis karena perdagangan rempah-rempah
sudah tidak menguntungkan lagi dan ditambah dengan kekalahan
Portugis melawan belanda yang berimbas pada pengusiran Portugis dari wilayah
Indonesai Timur.
2.
Zaman VOC
Latar belakang sosial budaya. Belanda
datang ke Indonesai pada tahun 1596, untuk berdagang dan menyebarkan agama
Protestan. Pada tahun 1602 mereka mendirikan VOC (Vereenigde Oost-indische
Compagnie) yang merupakan badan perdagangan milik orang-orang
Belanda. Kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, karena seiring dengan
berkembangnya VOC, maka mereka membutuhkan pendidikan, baik umum maupun khusus,
dan juga membutuhkan tenaga pembantu dari bumi putera.
a.
Dasar dan
Tujuan Pendidikan
Pendidikan pada zaman VOC didasari oleh
keinginannya untuk memperluas ajaran agama Kristen Protestan (misi keagamaan
bukan untuk misi intelektualitas), selain itu untuk tujuan komersial yaitu
mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi kepentingan Belanda pada umumnya dan
pemegang saham khususnya. Maka dari itu tujuan VOC untuk menyelenggarakan
pendidikan adalah mengembangkan dan menyebarkan ajaran Kristen
Protestan dan memberi pendidikan kepada bumi putera untuk menghasilkan
pegawai administrasi rendahan dipemerintahan dan gereja yang dapat
dikerjakan di VOC sehingga mendapatkan tenaga pembantu yang murah
b.
Jenis-Jenis
Sekolah
1)
Pendidikan Dasar
Bercorak keagamaan untuk mendidik budi pekerti.
Didirikan pertama kali di Batavia tahun 1617 dengan namaBatavische
School, kemudian tahun 1630 didirikanBurgerschool.
2)
Sekolah Latin
Sekolah Latin mengajarkan bahasa latin yang
merupakan bahasa ilmiah di Eropa. Keberadaan sekolah latin tidak dapat bertahan
lama dan berulang kali di buka tutup.
3)
Seminarium Theologica
Tujuan membuka seminarium tersebut untuk
mendidik calon-calon pendeta, yang mana pendeta tersebut memiliki dua fungsi
yaitu sebagai ulama dan sebagai guru. Murid-muridnya diasramakan dan belajar
selama lima setengah jam sehari dengan empat tingkatan kelas.
4)
Akademic pelayaran
Akademik tersebut didirikan untuk calon perwira
pelayaran, namun akhirnya ditutup karena kurang peminatnya. Lama pelajaran
selama 6 tahun, dan selama itu didalam pendidikan tidak diperbolehkan berbahasa
Melayu.
Kesimpulannya, pendidikan pada zaman tersebut
difokuskan untuk mengajarkan agama Kristen, sehingga VOC tidak memperhatikan
pendidikan penduduk asli yang beragama Islam.
3.
Pemerintahan
Hindia Belanda
Pemerintahan kolonial belanda dimulai sejak
Belanda berhasil mengambil alih kekuasaan VOC atas Indonesia dan VOC dibubarkan
pada tahun 1799 karena mengalami kemunduran. Dalam periode pemerintahan
kolonial Belanda, betapa kecilnya usaha-usaha pendidikan bagi kalangan Bumi
Putera. Sampai akhir tahun 1940 dari jumlah penduduk bangsa Indonesia
68.632.000, sedangkan yang bersekolah hanya 3,32%.
a.
Pengaruh
Aufklarung Terhadap Kehidupan
Aufklarung sebagai abad akal memliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1)
Percaya penuh terhadap kekuatan dan kemampuan
akal
2)
Dapat memecahkan apa saja dihadapannya
3)
Memiliki kemerdekaan dan kebebasan yang sangat
besar
4)
Memperjuangkan dengan gigih hak-hak asasi
manusia terhadap absolutism negara atau pemerintah yang sangat didominasi
gereja.
Pengaruhnya terhadap kehidupan khususnya
pendidikan :
1)
Bebas mengkritik
2)
Setiap anak bebas menganut agamanya
sendiri
3)
Gereja melepaskan diri dari keterlibatannya
dalam mengatur kegiatan pendidikan
4)
Pendidikan diselenggarakan oleh Negara
5)
Sekolah tidak mengajarkan ajaran agama
Namun pada saat
itu Gubernur Jenderal Daendels terkenal dengan system pemerintahan bertangan
besi.
b.
Ciri
Persekolahan atau Pendidikan
Ciri-ciri pendidikan secara umum zaman ini
antara yang pertama, minimnya partisipasi pendidikan bagi kalangan Bumi Putera,
pendidikan umumnya hanya diperuntukan bagi bangsa Belanda dan anak-anak bumi
putera dari golongan priyayi. Kedua, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan
tenaga kerja murah atau pegawai rendahan. Tilaar (1995) mengemukakan lima ciri
pendidikan zaman kolonial Belanda, yaitu:
1)
Adanya Dualisme pendidikan, yaitu
pendidikan untuk bangsa Belanda yang dibedakan dengan pendidikan untuk kalangan
Bumi Putera.
2)
Sistem Konkordansi, yaitu
pendidikan di daerah jajahan diarahkan dan dipolakan menurut pendidikan di
Belanda. Bagi Bumi Putera hal ini disatu pihak memberi efek menguntungkan,
sebab penyelenggaran pendidikan menjadi relatif sama, tetapi dipihak lain ada
efek merugikan dalam hal pembentukkan jiwa kaum Bumi Putera yang asing dengan budaya
dan bangsanya sendiri
3)
Sentralisasi pengelolaan pendidikan oleh
pemerintahan kolonial Belanda
4)
Menghambat gerakan nasional
5)
Munculnya perguruan swasta yang militan demi
perjuangan nasional (kemerdekaan).
Ciri-ciri lain
yang ditemukan diantaranya:
1)
Sekolah bersifat sekuler jadi tidak diberikan
ajaran agama apapun
2)
Kurang memperhatikan pelajaran keterampilan
khusus
3)
Kurang memperhatikan pendidikan kaum wanita
c.
Jenis-Jenis
Sekolah
Jenis-jenis
Sekolah
|
Sekolah untuk orang Eropa
|
Sekolah untuk Bumi Putera
|
Sekolah kejuruan
|
Nama Sekolah
|
Sekolah dasar
|
Sekolah
rakyat
|
Sekolah
Pertukangan
|
Sekolah
Lanjutan
|
Sekolah Raja
|
Sekolah
pendidikan Guru
|
|
Sekolah
lanjutan
|
Sekolah Gadis
|
4.
Pendidikan
Hindia Belanda sejak 1900
a.
Lahirnya
Politik etis
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang
dirasakan tidak ada perbaikan setelah pemerintah Belanda mengeruk kekayaan
Indonesia, muncullah pandangan untuk memberikan sebagian keuntungan unuk
penduduk asli selama Belanda masih berkuasa di Indonesia. Aliran tersebut
disebut aliran politik etis, yang berpendapat bahwa Bangsa Bumi Putera harus
diberi kebudayaan dan pengetahuan yang berasal dari barat yang membawa bangsa
Belanda menjadi suatu bangsa yang maju dan besar. Tujuannya untuk kepentingan
Bumi Putra dengan cara memajukan penduduk asli dengan cara Barat.
b.
Landasan dan
Tujuan Pendidikan
Mengacu pada gerakan politik etis maka arah
etis dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan dan langkah-langkah
pendidikan. Namun meskipun demikian jika diamati lebih mendalam lagi, tujuan
Belanda memberikan pendidikan seperti itu adalah hany auntuk tenaga-tenaga
kerja yang murah.
c.
Jenis-Jenis
Persekolahan
No
|
Jenis Sekolah
|
Nama Sekolah
|
1
|
Pendidikan
Rendah
|
Sekolah
rendah berbahasa pengantar bahasa Belanda
|
Sekolah
rendah berbahasa pengantar bahasa Daerah
|
||
Sekolah
Peralihan
|
||
2
|
Pendidikan
Lanjutan/Menengah
|
MULO
|
AMS
|
||
HBS
|
||
3
|
Pendidikan
Kejuruan
|
Sekolah
Pertukangan (berbahasa daerah)
|
Sekolah
Pertukangan (berbahasa Belanda)
|
||
Sekolah
Teknik
|
||
Sekolah
Dagang
|
||
Pendidikan
Pertanian
|
||
Pendidikan
Kejuruan kewanitaan
|
||
Pendidikan
keguruan
|
||
4
|
Pendidikan
Tinggi
|
Pendidikan
Tinggi Kedokteran
|
Pendidikan
Tinggi Hukum
|
||
Pendidikan
Tinggi Teknik
|
5.
Pendidikan
Swasta oleh Bumi Putera
Dikarenakan oleh penyelenggaraan pendidikan
Belanda yang jauh dari harapan masyarakat pribumi, maka dari itu warga Bumi
Putra sendiri mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk untuk memenuhi
harapan tersebut.
a.
Muhammadiyah
1) Situasi
Politik, yaitu karena lahirnya politik etis
2) Ekonomi rakyat,
tingkat ekonomi masyarakat Indonesia sangat rendah dann rakyat hanya
dipekerjakan sebagai kuli denagn harga murah
3) Kehidupan agama
Islam, yaitu karena ajaran islam sudah tidak murni lagi berasal dari ajaran Al
Qur’an dan sunnah
b.
Taman Siswa
Ki Hadjar Dewantara bersama rekan-rekannya
berjuang di jalur politik praktis, namun selanjutnya perjuangannya difokuskan
di jalur pendidikan. Beliau lakukan mengingat Departemen Pengajaran Pemerintah
Belanda bersikap diskriminatif mengenai hak dan penyelenggaraan pendidikan bagi
bangsa kita. Isi pendidikannya tidak sesuai dengan kemajuan jiwa-raga bangsa.
Menurut Ki Hadjar Dewantara keadaan ini (penjajahan) tidak akan lenyap jika
hanya dilawan dengan pergerakan politik saja. Melainkan harus dipentingkan
penyebaran benih hidup merdeka di kalangan rakyat dengan jalan pengajaran yang
disertai pendidikan nasional (I. Djumhur dan H. Danasuparta, 1976). Sehubungan
dengan hal diatas pada tgl. 3 Juli 1922 di Yogyakarta Ki Hadjar Dewantara
mendirikan “National Onderwijs Institut Taman Siswa” yang kemudian menjadi
“Perguruan Nasional Taman Siswa”.
c.
INS (Indonesia
Nederlandsche School)
Indonesisch Nederland School (INS) didirikan
oleh Mohammad Sjafei (1895-1969) pada tanggal 31 Oktober 1926 diKayutanam,
Sumatera Barat. Pada tahun 1950 kepanjangan INS diubah menjadi Indonesian
Nasional School, dan selanjutnya menjadi Institut Nasional Sjafei.
Perjuangan INS juga diarahkan demi kemerdekaan melalui pendidikan yang
menekankan lulusannya agar dapat berdiri sendiri tidak tergantung pada orang
lain atau jabatan yang diberikan oleh kaum penjajah.
d.
R.A. Kartini,
Rd. DewiSartika, dan Rohana Kuddus.
R.A. Kartini, DewiSartika, maupun Rohana Kudus
memiliki cita-cita yang relatif sama pula, yaitu keinginan untuk bebas, berdiri
sendiri, serta membebaskan kaum wanita (gadis-gadis) Indonesia lainnya dari
ketertinggalan dan ikatan adat kebiasaan. Upaya-upaya pendidikan yang dilakukan
mereka adalah:
1)
R.A. Kartini(1879-1904): Pada tahun 1903 Ia
membuka “Sekolah Gadis” di Jepara
2)
Rd. DewiSartika (1884-1947): Pada tahun 1904 Ia
mendirikan “Sakola Isteri” (Sekolah Isteri).
3)
Rohana Kuddus (1884- 1969): Rohana Kuddus
dikenal sebagai wanita Islam yang giat sekali mempelopori emansipasi wanita.
Selain sebagai pendidik, ia pun adalah wartawan wanita pertama Indonesia.
e.
BudiUtomo
Budi Utomo pada tahun 1913 mendirikan Darmo-Woro
Studiefonds; dan mendirikan tiga Sekolah Netral diSolo dan dua
diYogyakarta. Pada tahun 1918 mendirikan Kweekschool diJawa Tengah, kemudian
Sekolah Guru Kepandaian Putri untuk Sekolah Kartini, enam Normaal School, dan
sepuluh Kursus Guru Desa, dsb. Pada tahun itu sekolah-sekolah BudiUtomo telah
berkembang hingga jumlahnya kurang lebih mencapai 480 (H.A.R. Tilaar, 1995).
f.
Perkumpulan
Putri Mardika.
Perkumpulan PutriMardika didirikan tahun 1912.
Bertujuan memajukan pengajaran anak-anak perempuan (Odang Muchtar, 1976).
g.
Trikoro Dharma
Pada tahun 1915 didirikan Trikoro Dharmo, dan
selanjutnya berdiri berbagai perkumpulan pemuda dan pelajar di berbagai tempat
di tanah air hingga terwujudnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. (H.A.R. Tilaar,
1995).
h.
Ksatrian
Institut.
Ksatrian Institut didirikan di Bandung oleh
Ernest Francoist Eugene Douwes Dekker (Multatuli atau Setyabudhi). Dasar
pendidikannya adalah kebangsaan Indonesia, terutama melalui sejarah kebangsaan.
Tujuan pendidikannya yakni menghasilkan ksatria (ridderschap) bagi Indonesia
Merdeka di masa datang. Sekolah kejuruan merupakan organisasi dalam sistem
pendidikan Ksatreian Institut, yang diharapkan agar lulusannya menjadi
nasionalis yang berguna dan dapat berdiri sendiri derta mencari lapangan kerja
yang praktis.
6.
Masa Pendudukan
Jepang
Setelah bangsa Belanda mampu menduduki
Indonesia, dan memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap pendidikan
Indonesia, akhirnya jepang mampu menduduki Indonesia setelah Belanda menyerah
kepada militer Jepang pada 8 Maret 1942. Pada awalnya tujuan Jepang
menduduki Indonesia adalah untuk mensejahterakan atau demi kemakmuran bersama
dengan semboyannya Hakko Ichiu. Namun lama-kelamaan menjadi
penindasan. Dan ada dua kebijakan pemerintah pendudukan militer Jepang, yaitu :
1)
menghapuskan semua pengaruh Barat di Indonesia
melalui“pen-Jepang-an”
2)
Memobilisasi segala kekuatan dan sumber yang
ada untuk mencapaikemenangan perang Asia Timur Raya.
a.
Landasan dan
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah jepang diantaranya :
1)
Demi kepentingan perang Asia Timur Raya. Semua
kegiatan di sekolah harus sesuai dengan prosedur yang berlaku di Jepang, mulai
dari lagu kebangsaan, pengibaran bendera, penerapan etika dan semua program
pendidikan militer.
2)
Hilangnya Sistem Dualisme dalam pendidikan.
Sekolah bersifat terbuka namun demikian, hanya satu jenis sekolah rendah
diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu, Sekolah Rakyat 6 tahun(Kokumin
Gakko).
3)
Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat
(populis)
b.
Sistem
Persekolahan
Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya
diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan jenjang sekolah menjadi:
1)
Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk Sekolah
Pertama)
2)
Sekolah Menengah 3 tahun
3)
Sekolah Menengah Tinggi3 tahun
4)
Perguruan Tinggi.
c.
Hal-Hal yang
Menguntungkan
1)
Bahasa Indonesia berkembang secara luas
2)
Buku-buku asing diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia
3)
Seni Bela diri dapat digunakan untuk melawan
Belanda
4)
Semua lapisan masyarakat memiliki hak yang sama
dalam bidang pendidikan
5)
Dilatih dan dididik menjadi pemimpin
6)
Sekolah-sekolah diseragamkan dan dinegerikan
F.
Implikasi
Sejarah terhadap Konsep Pendidikan Nasional Indonesia
1.
Tujuan
Pendidikan
1)
Mengembangkan berbagai macam potensi peserta
didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis
2)
Mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan,
kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik
3)
Pendidikan yang ddiperoleh dapat diaplikasikan
dalam dunia kerja nyata
2.
Proses
Pendidikan
Proses belajar-mengajar dan materi pelajaran
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik
1)
Melaksanakan metode global untuk pelajaran
bahasa
2)
Mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa
dalam pembelajaran
3)
Mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu
4)
Demokratisasi dalam pendidikan, serta
mengembangkan ilmu dan teknologi.
3.
Kebudayaan
Nasional
Kebudayaan
nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa
Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global (Emil Salim dalam Pidarta
(2008: 149)
4.
Inovasi-Inovasi
Pendidikan
Inovasi-inovasi
harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan
sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya
membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan pendidikan Indonesia dari zaman ke
zaman memiliki sejarah yang berbeda alur namun saling memiliki keterkaitan.
Pendidikan pada zaman penjajahan di pengaruhi oleh zaman Islam, pendidikan pada
zaman islam dipengaruhi oleh zaman Hindu-Budha dan pendidikan Indonesia
sekarang dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan pada zaman terdahulu. Dari
sejarah mengenai landasan pendidikan di Indonesia, dapat di ambil kesimpulan
bahwa sistem pendidikan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan
dipengaruhi oleh kondisi dan situasi Indonesia saat itu
B.
Saran
Upaya peningkatan mutu pendidikan yang sedang
dilakukan pemerintah harus disambut dengan baik oleh semua kalangan yang
terkait dengan pendidikan. Walaupun terkadang Undang -Undang, peraturan dan
kebijakan pemerintah tentang pendidikan menimbulkan pro dan kontra. Dengan
adanya pro kontra tentang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebenarnya
menjadi indikator bahwa masyarakat saat ini cenderung lebih dinamis karena
lebih terbuka menerima perbedaan. Selain itu juga hal ini mengindikasikan bahwa
sebenarnya pendidikan banyak mengalami problematika yang harus di cari
jawabannya secara proposional sehingga tidak akan menimbulkan masalah-masalah
baru.

Ornstein,c.Allan and Levine, U.Daniel. An
Introduction to the Foundations of Education; third edition. Houghton
Mifflin Company, Boston, New Jersey. 1884. United Stated of America.
Komentar
Posting Komentar
Add a comment....